Pro dan kontra aksi mogok dokter masih begitu hangat ditelinga kita hari ini. Banyak yang mendukung, walaupun banyak juga yang mencibir habis marena aksi ini dianggap tak manusiawi karena dianggap menelantarkan pasien. Namun wajar menjadi kontra karena mereka tak pernah ada dalam posisi kita para dokter yang saat ini sedang dikriminalisasi. Kedepan atas nama kemanusiaan dan demi menjaga keamanan dan keselamatan dokter beserta keluarganya, seorang dokter berhak untuk menolak pasien yang berisiko mengalami kematian karena takut akan tuntutan hukuman.
Ilustrasi kasus berikut ini, merupakan contoh defensive medicine, kondisi hang sama denga kasus dr. ayu, dkk tapi tidak dilakukan pada pasien karena dr. ayu, dkk masih melihat sisi kemanusiaan dan berupaya segera untuk menolong, tanpa memperhatikan kemanan dan keselamatannya sendiri sebagai seorang dokter.
ibu hrs menjalani sesar, krn kita kan sdh tunggu dan observasi hampir 10 jam, mulesnya sdh kuat sekali tp pembukaan tetap 5 cm saja. Dan jantung janin sdh bbrp kali melambat bahkan sampai sekitar 80-90x artinya sdh mulai kurang oksigen. Tdk mungkin saya induksi perangsang mules krn akan lbh sakit lagi tp tdk membantu menambah pembukaan malah memperparah asupan oksigen ke janin.
Pasien : baiklah dok, bgmn baiknya saja, sy sdh tdk kuat.
Dokter : baik ibu, sy tunggu suami ibu dtg ya. Krn hrs tanda tangan dulu di atas materai.
Pasien : Suami saya baru brgkt dari rmh katanya dok mungkin tiba 1-2 jam lagi itu kl tdk macet.
Dokter : wah, saya tdk berani mulai operasi kl suami ibu tdk tanda tangan dulu. Nanti dikiranya saya tdk ijin dulu, sy bisa dipenjarakan spt dr Ayu dkk. Ibu tahan saja sakitnya ya, tp sy juga beritahukan ya, bhw jantung janin ibu bisa makin melambat bahkan bisa meninggal dlm kandungan.
Pasien : iya dok, mulai saja operasi, saya tdk tahan lagi, sakit sekali dan jgn sampai meninggal anak saya dok, kami sdh tunggu 5 thn baru dapat hamil skrg ini.
Dokter : maaf ibu, sy tdk berani. Begitu suami ibu sdh tandatangan ijin operasi, sy akan sgr mulai operasi sesarnya.
Juga sy mau beritahukan segala kemungkinan yg dapat terjasi sebelum, selama dan setelah operasi sesar ya bu :
- meski sdh diuji tdk alergi antibiotik, bukan tdk mungkin ibu ternyata alergi trhadap obat antibiotiknya, bisa saja terjadi ibu alergi gatal, bibirnya bengkak smp tekanan darah sangat turun bahkan terjadi kematian. Tdk ada yg bisa pastikan bu.
- selama sesar bisa saja rahim ibu tdk bisa berkontraksi dg baik shg tetap terjadi perdarahan yg membawa kematian ibu, meskipun, kami selalu beri obat2 utk mencegah perdarahan. Tdk bisa dijamin tdk ada perdarahan ya bu.
- kemungkinan terjadinya emboli air ketuban meskipun sangat langka 1:20.000 bisa saja terjadi spt pasiennya dr Ayu, dan kami pasti perjuangkan tp secara penelitianpun kasus spt ini tdk ada yg pernah selamat, hanya sngt sdkt yg tdk meninggal tp hanya hidup tp pasien tdk sadar dan perlu alat bantu nafas seumur hidupnya. Kasus ini jenis tdk dapat dicegah dan tdk dapat diobati.
- ada kemungkinan ibu alergi terhadap bbrp obat yg kami harus suntikan yg meskipun sdh rutin kami suntikkan tp ternyata ibu alergi dan syok dan meninggal
- utk mencegah kemungkinan lain, saya akan minta utk ekg jantung dulu, saya akan minta cek darah lengkap ya bu, utk mencegah kelainan yg tdk terasa oleh ibu, saya akan periksa fungsi ginjal, liver, albumin, gangguan pembekuan darah PT, aPTT, dDimmer, infeksi spt hepatitis B, HiV, akan saya CT scan juga dg contrast meski jarang tp siapa tahu ada aneurysma otak yg bisa pecah tiba2. Saya akan pesan darah dari PMI sebanyak 1000 cc kalau2 ada perdarahan. Saya akan booking ICU kalau2 ada bahaya. Saya akan minta dokter anak siap2 dg semua alat medis lengkap dan 2 suster asisten. Semua ini akan dibebankan ke biaya ibu. Dan satu lagi, saya akan minta bapak tanda tangan dulu bahwa kalaupun saya sdh sungguh2 persiapkan tapi ibu atau janin atau keduanya meninggal juga baik terjadi selama operasi sesar atau sebulan kmd, tdk tertolong juga maka bapak tdk akan menuntut saya. Kami tdk permasalahkan biaya. Tp jaminan keamanan utk saya dan keluarga saya. Kalau suami ibu blm hadir dan belum tanda tangan setuju maka saya tdk berani memulai operasi. Dan setiap komplikasi baik nyeri ibu yg sngt sakit, robekan rahim ibu selama menunggu krn mules ibu sdh sangat terlalu kuat, bisa saja janin ibu meninggal dlm kandungan setiap waktu.adalah bukan kesalahan saya, saya cuma mau aman mau ikuti peraturan. Saya tdk mau disalahkan spt dr Ayu dkk, yg memperjuangkan ibu dan janinnya, tp malah dipenjara. Saya sangat mau membantu ibu tapi skrg kami dibatasi oleh hukum yg tdk mengerti bahwa ilmu kedokteran bukan matematika, tp seni bertindak demi keselamatan nyawa pasien2 kami. Skrg kami tdk bisa spt itu lagi. Maafkan saya ya bu.
Dedicatio pro humanitate..
Apa seperti ini yang dimaui masyarakat, apa ini yang dimaui hakim, jaksa, pengacara, polisis dan aparat penegak hukum? dokter bekerja dengan nurani dan naluri dengan mempertimbangkan kondisi berbagai macam yang ada ? ketika dokter semakin takut untuk melakukan tindakan pertolongan pada pasien, maka akan semakin meningkat angka kejadian kematian pasien. dokter bukan mau bertindak sesuka hati, namun berusaha memberikan yang terbaik bagi pasien, kalaupun pada akhirnya pengobatan itu gagal, nahkan pasien tak sembuh atau meninggal, itu juga bukan kemauan kami, tapi kembali lagi Tuhanlah segala kuasa maha menyembuhkan.
Jika selama ini dokter seolah memberikan pengobatan dengan melihat latar belakang dan status ekonomi karena tak mau membebani biaya pemeriksaan ini dan itu. Namun dengan dipenjaranya rekan sejawat kami akibat pertolongan ya pe pasien, Kedepan demi keamanan, dokter tak segan menyuruh pasien melakukan pemeriksaan2 mahal seperti MRI, CT scan, rekam jantung, rekam otak, pemeriksaan darah, dll pada setiap kasus yang ia tangani. Hal ini terkait dengan keamanan dan kenyaman dokter sebelum memutuskan memberikan obat pd pasien. Dengan melakukan pemeriksaan2 mahal itu pd akhinrya dokter akan lbh tenang dlm menegakkan diagnosa, menentukan pengobatan  terapi / operasi, sehingga akan lbh minim kesalahan dan bebas tuntutan. Pertanyaanya mampukan masyarakat membayar? atau mampukah negara menanggung pembiayaan pemeriksaan2 itu? kedepan dikuatirkan dokter jg akhirnya dapat menolak menangani kasus2 mematikan yg rawan akan tuntutan hukum.
Sejujutnya kami tak ingin dipuji, tapi juga risih mendengar ucapan ketika kami dimaki.... Masyarakat, mengertilah... Semoga anda dan saya sama-sama belajar utk saling menghormati dan menghargai. Karena kita saling membutuhkan.
Sumber tulisan disarikan dari analogi ilustrasi pasien dr. Buha Seps (FKUI-RSCM bagian obstetri dan ginekologi)
salam sehat dan saling menghargai,
dr. wahyu triasmara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H