Mohon tunggu...
dr HelgaYolanda
dr HelgaYolanda Mohon Tunggu... Dokter - Medical Doctor

Follow, Komen dan Like ya.. Aktivis pendidikan anak| Mompreneur, Owner Brand Skincare|Batik enterpreneur| Founder a Preschool and Kindergarten| Certified Counselling Child and Adolescents| Certified Early Childhood and Care Education| Certified Hypnosis and Hypnotherapist| Certified Professional Fengshui Master| Certified Tarot Card Reading Masterclass

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan dalam Kepentingan

13 November 2024   11:06 Diperbarui: 13 November 2024   12:33 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia pendidikan saat ini sedang ramai dibicarakan setelah bergantinya Menteri Pendidikan beserta terobosan baru yang pastinya sedang dinanti-nantikan. Menurut ibu dari tiga orang anak yang masih bersekolah di jenjang sekolah dasar, dr. Helga Yolanda, CH., CHt., CCA., ECCE., berlatarbelakang bidang kesehatan yang juga melayani konseling anak dan remaja,  kualitas pendidikan di Indonesia semakin menurun dan perlu mendapat perhatian, perbaikan dan kerjasama dari berbagai pihak.

Dalam proses pembelajaran diperlukan kolaborasi yang baik antara siswa, guru dan orang tua. Banyaknya tuntutan kebutuhan hidup dan kepentingan diatas kepentingan menyebabkan tujuan pendidikan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Diperburuk dengan bisnis yang mengatasnamakan pendidikan yang menjamur di masyarakat, ungkap pendiri salah satu pusat pendidikan anak usia dini di kota Tangerang ini.

Fasilitas

Banyaknya gedung-gedung bertingkat dilengkapi pendingin ruangan, lapangan olahraga yang luas, ruang serbaguna dengan tata cahaya dan suara yang spektakuler, area bermain yang membuat mimpi anak seoalah menjadi nyata berlomba mewujudkan mimpi para orang tua yang menginginkan fasilitas super mewah, menyediakan dan memudahkan anak mereka dalam menempuh pendidikan. Fasilitas pendidikan yang baik seharusya menjadi aspek penunjang bagi keberlangsungan kegiatan belajar mengajar bagi siswanya.  Seperti fasilitas laboratorium, perpustakaan dengan ribuan koleksi buku, ruang teknologi dan komputer dan lingkungan hijau tentunya.

Pelajaran tambahan seperti olahraga berkuda, memanah, golf atau bowling; program karyawisata yang ditawarkan seperti perjalanan ke Australia, Thailand atau China bahkan untuk anak jenjang sekolah dasar menjadi nilai lebih antarsekolah ataupun antarorangtua murid sekolah lain yang menjadi kebanggaan bahkan ajang pamer. Maka, hilang sudah makna karyawisata sesungguhnya, kunjungan yang dilakukan oleh siswa untuk mengetahui dan mempelajari sesuatu di luar sekolah. Banyak sekolah yang menjadikan kemandirian siswa sebagai alasan. Bahkan tak jarang kegiatan tersebut berbahaya bahkan menyebabkan kematian.

Melayani dengan Hati

Nampak seorang guru membukakan pintu mobil dan menggandeng siswanya turun dari mobil begitupun saat siswa pulang. Mungkin sebagai bentuk pelayanan kasih terhadap siswanya, namun hanya mobil terpilih saja dalam hal ini. Seorang mantan gurupun membenarkan hal tersebut, yang disebut sebagai duty rooster. Menurut mantan guru di salah satu sekolah internasional di Jakarta Barat ini, sebenarnya itu adalah upaya guru menyambut siswanya di pagi hari. Namun sayangnya lagi-lagi hal tersebut melenceng dari nilai -nilai positif. Tak jarang hal ini dibumbui dengan maksud tertentu dan demi kepentingan diantara mereka bahkan penampilan fisikpun menjadi kriteria.

Beberapa kegiatan yang menyertakan siswa yang selalu sama dan terpilih. Meskipun dengan alasan kemampuan siswa terpilih ini lebih unggul dari siswa lain. Alangkah indahnya jika siswa lain juga memiliki kesempatan yang sama untuk belajar lebih baik dan terpilih secara bergantian. Suatu kebanggaan bagi seorang guru jika siswanya mengalami kemajuan dan perkembangan yang luar biasa. Apalagi mengubah siswa yang tadinya kurang semangat menjadi semangat belajar, tentunya guru akan selalu terpatri di hati siswa, ungkap dokter umum yang sekaligus besertifikat Early Childhood and Care educator ini.

Seorang Ibu Guru Theresia Sukaryati, yang sudah 30 tahun di dunia pendidikan baginya pendidikan anak usia dini sudah mendarahdaging, menurutnya setiap anak tidak dapat diberikan "resep" yang sama. Beliau sebagai guru senior paham betul perkembangan setiap anak tidak sama. Beliau san rekan kerjanya Ibu Rina yang sudah berpulang sebagai guru bekerja dan melayani dengan sepenuh hati.

Kehidupan sederhana membuat mereka bersyukur atas kesejahteraan yang Tuhan berikan. Semasa hidup Ibu Rina masih mengayuh sepeda ontel ke sekolah walau terkadang berjalan kaki menuju sekolah. Kasih yang mereka berikan  merasuk ke hati dan melekat dalam ingatan para siswanya hingga siswanya dewasa. Mereka tidak pernah menerima hadiah pemberian dari orang tua siswa demi menjaga hubungan dan kualitas pendidikan, selayaknya guru pahlawan tanpa tanda jasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun