Arogansi identik dengan kesombongan, angkuh dan congkak. Sikap arogansi tak lagi hanya dimiliki  pejabat tinggi tapi sudah menyebar sangat luas dan cepat. Bahkan di lingkungan daerah setempat, perusahaan atau kantor tempat bekerja, lingkungan pendidikan dari sekolah sampai perguruan tinggi. Sikap dan energi negatif memang lebih mudah menyebar dengan cepat daripada hal baik. Wujud arogan sangat beranekaragam, mulai dari gerak tubuh, mimik muka, gaya bahasa atau tindakan fisik sekalipun. Sikap memaksakan kehendakn yang dirasa paling benar. Merasa terhebat, paling mampu, terpintar, terbaik dan lainnya. Bisa juga karena merasa usia paling tua, lama waktu bekerja disuatu tempat, merasa lebih senior, merasa mempunyai kekuasaan yang mana orang lain harus memahami keinginannya, kepentingannya dalam mendapatkan sesuatu. Merasa mempunyai relasi rekanan dengan bagian-bagian tertentu yang digunakannya sebagai kekuatan atau power untuk menindas, menekan, memaksa orang yang menurutnya mengganggu dengan kata lain merasa mempunyai power. Semua menggunakan kata rasa, dimana sikap arogan dilandasi oleh rasa atau perasaan superior yang mana superioritasnya belum tentu diakui dan dibenarkan oleh orang lain.
Sikap arogan sangat merugikan orang lain. Terkadang pemilik sikap arogan ini tidak merasakan bahwa dirinya arogan. Kembali lagi karena rasa, yaitu tidak merasa sikapnya arogan,tidak merasa menganggu orang lain, merasa tidak bersalah, merasa baik-baik saja. Sikap arogan biasanya disertai dengan aneka ekspresi dan perbuatan yang menunjukkan kesombongannya. Seperti tolak pinggang, angkat dagu, tidak tersenyum, tidak menyapa, tidak meminta maaf dan lainnya walau melakukan kesalahan.Â
Contoh diatas juga banyak didapati pada pengguna jalan, mulai dari parkir sembarangan menganggu pengguna jalan lain, tidak mematuhi aturan dalam berkendara, atau penggunaan hak-hak tertentu yang tidak pada tempatnya. Karyawan di perusahaan yang sudah belasan tahun bekerja dengan yang baru bekerja satu tahun jelas nampak sikap atau tindakan yang berbeda dalam penyelesaian tugas atau jam kerja. Di dunia pendidikan pun sama, bidang yang sangat vital untuk membentuk generasi bangsa di masa depan, baik di tingkat pendidikan anak usia dini sampai perguruan tinggi. Sesama siswa beda jenjang, antara guru dan siswa, antar orang tua murid pun terjadi. Bukti nyata bahwa sikap arogan sudah menyebar luas dan cepat di negara ini hampir di semua kalangan.
Kepemilikan materi, harta ataupun uang, membuat seseorang merasa dirinya semakin superior. Dari jumlah kuantitas, banyaknya uang, rumah dan mobil mewah dan harta benda lainnya yang dimiliki. Semua yang didapat berasal dari kerja kerasnya dan merasa layak mendapatkan kemewahan dalam hidupnya. Menjadi suatu kebanggan bagi dirinya mencapai titik tersebut. Biasanya disertai dengan sikap memandang rendah orang lain, kerap berbicara kasar, merasa paling mengerti. Membantu orang lainpun disertai dengan pamrih supaya dipandang sebagai orang kaya, orang yang paling baik, paling dermawan. Kebaikannya dan sikap positifnya hanya pencitraan, membutuhkan pengakuan dari orang lain bahwa citra dirinya baik.Â
Pada umumnya sikap arogansi bersamaan dengan sikap menolak kebenaran, tidak menerima kesalahan pada dirinya bahkan sulit untuk mendengarkan orang lain berbicara. Merasa dirinya tak bersalah,tidak memiliki empati, tak pantas untuk bicara dengan seseorang karena statusnya lebih tinggi. Lagi-lagi semua yang mendasari sikap arogan seseorang adalah karena dirinya merasa.
Namun perlu diingat, bahwa kita adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sama di mata Tuhan. Setiap manusia memiliki fase kehidupannya masing-masing, menilai dan menghakimi orang lain bukan tugas kita sebagai manusia. Jabatan, harta dan tahta di dunia hanya titipan sementara dan itupun tidak dibawa saat kematian tiba. Roda kehidupan selalu berputar, ada atas ada bawah, ada kaya ada miskin, diatas langit masih ada langit menyatakan bahwa tak selamanya seseorang berada di posisi atas. Kita tak pernah mengetahui waktu Tuhan. Semakin merasa superior dan bangga akan kelebihannya membuatnya semakin ketakutan kehilangan superioritas dan kelebihannya. Segala upaya dilakukan seperti pengamanan super ketat menunjukkan bahwa hidupnya dirasa tidak aman dan nyaman, dia harus melindungi apa yang sudah dia capai. Kesadaran akan muncul pada dirinya ketika Tuhan mengambil segalanya dan semua sudah terlambat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H