Mohon tunggu...
Vincentius Simeon Weo
Vincentius Simeon Weo Mohon Tunggu... -

Seseorang yang ingin mengurangi penderitaan dan memperpanjang usia sesama manusia...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Orang-Orangan Sawah dari Jasad Manusia

28 April 2015   22:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:35 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah anda melihat orang-orangan sawah? Boneka yang dapat anda temukan di tengah sawah itu umumnya dibuat dari kumpulan jerami yang dimasukkan ke dalam pakaian, lengkap dengan celana, dan kepala yang ditutupi topi kerucut. Orang-orangan sawah dibuat oleh petani untuk melindungi padi dari burung-burung yang mengincar kuncup yang telah menguning. Petani berharap agar burung-burung takut akan orang-orangan sawah yang dibuat semirip mungkin dengan rupa petani.

Apakah hal tersebut efektif? Mungkin saja untuk sementara, tetapi seiring dengan waktu, para burung-burung tersebut sadar bahwa orang-orangan sawah itu tidak berbahaya dan mulai menghinggapinya.

Dalam konteks pertanian, boneka-orang-orangan sawah adalah hal yang sangat lumrah dan dapat diterima dengan baik. Akan tetapi, apakah hal yang sama dapat digunakan pada konteks yang hukum?

Menggunakan hukuman untuk memberikan efek takut, patuh, dan jera terhadap suatu aturan juga hal yang wajar dan dapat kita temui dalam berbagai aspek dalam kehidupan. Tetapi, apakah hal tersebut wajar ketika yang digunakan untuk memberikan efek itu adalah nyawa manusia? Dapatkah anda membayangkan jika orang-orangan sawah itu dibuat dari jazad-jazad manusia untuk memberikan efek takut, patuh, dan jera.

Lebih jauh lagi, apakah hal ini efektif atau telah terbukti efektif untuk memberikan efek takut, patuh, dan jera tersebut? Berbagai pendekatan ilmiah untuk mengatasi masalah narkoba di masyarakat telah dilakukan, sayangnya tidak ada rekomendasi untuk menjadikan hukuman mati sebagai salah satu pendekatan untuk menangani masalah narkoba.

Ritual Pengorbanan Manusia

Pengorbanan manusia untuk hal-hal yang mistis telah tercatat dalam sejarah sejak ribuan tahun yang lalu. Korban manusia dianggap sebagai sesuatu persembahan tertinggi yang dapat diberikan dan ditujukan untuk mencegah datangnya hal-hal yang buruk kepada komunitas yang melakukan pengorbanan itu. Contohnya adalah pengorbanan manusia oleh Suku Inca ketika mereka sedang dilanda kelaparan dan gagal panen. Tentu tidak ada hubungan rasional antara datangnya hal-hal yang buruk tersebut dengan ritual yang telah dilakukan. Ritual tersebut terjadi akibat ketidakmampuan manusia untuk memahami hal-hal yang terjadi di lingkungannya dan rendahnya penghargaan terhadap hak asasi manusia.

Apakah hal tersebut masih terjadi? Ketika hukuman mati diterapkan pada kasus dengan hubungan sebab-akibat antara pelaku dan korban yang tidak jelas, atas dasar keadaan yang hanya berpotensi terjadi tetapi sesungguhnya tidak pernah dan tidak akan terjadi, dan ditujukkan untuk menakut-nakuti; ya, pola tersebut mirip dengan ritual pengorbanan manusia demi mengagungkan keinginan publik.

Kejahatan Narkoba adalah Masalah yang Serius tetapi Bukan yang Paling Serius

Konvensi HAM PBB yang telah diratifikasi oleh Indonesia tidak melarang hukuman mati, tetapi membatasinya dengan ketat. Dalam konvensi tersebut, hukuman mati hanya diperkenankan untuk kejahatan yang paling serius, yaitu tindakan yang secara eksplisit bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Berbagai literatur telah menjelaskan bahwa kejahatan terkait narkoba semata tidak memenuhi ambang batas kejahatan yang paling serius.

Kovensi Narkotika PBB yang menjadi cikal bakal UU Narkotika juga tidak pernah mengusulkan hukuman mati sebagai bagian dalam penanganan masalah narkotika. Itulah alasan kenapa Sekretaris Jendral PBB mengirimkan surat kepada Presiden Republik Indonesia, yaitu untuk menegakkan dan menjelaskan konvensi yang telah diratifikasi Indonesia.

Menegakkan Hukuman Mati tetapi Tidak Dapat Menghidupkan

Bagaimana kesan yang timbul dalam pikiran anda mengenai penegakkan hukum di Indonesia? Apakah sempurna dan tidak ada celah untuk melakukan kesalahan? Terlebih lagi, dengan kondisi yang kita lihat belakangan ini.

Dengan sistem hukum yang kita miliki saat ini, saya rasa adalah tidak seimbang jika negara ini hanya memberikan hukuman mati, tetapi juga perlu memiliki kemampuan untuk menghidupkan orang yang telah dihukum mati ketika bukti yang digunakan salah. Juga ketika hukuman mati dikemudian hari tidak terbukti mengurangi korban ataupun perdagangan narkoba, saya berharap agar mereka yang dihukum mati untuk memberikan deterrent effect atau efek jera dapat dihidupkan kembali.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun