Sekitar 3 bln yang lalu saya membantu bakti sosial di pedalaman Kalimantan Timur. Waktu itu kami tiba di Desa Batu Balai, suatu desa yang berjarak 10 jam perjalanan off road dari kota kabupatennya, Sangatta, Kutai Timur. Kontras dengan Ibukota Kabupaten yang sangat kaya, penduduk desa ini sangat sederhana. Dengan penduduk 1460 jiwa yang sebagian besar buruh sawit, desa ini telah memberikan kisah tersendiri dalam perjalanan yang saya lalui. Yanuar yang dalam pangkuan kakaknya saat pemeriksaan. Beberapa saat sebelum dimulai, nuansa pengobatan gratis disertai pembagian mie, kaos, dan kalender ini segera menarik perhatian masyarakat desa ini. Sekitar 461 warga mendaftar. Suasana yang panas, padatnya kerumunan warga, dan desakan dari EO memaksa kami untuk bergerak cepat, 1 pasien tidak lebih dari 1-3 menit. Sungguh tidak ideal, tetapi apa boleh buat, waktu kami terbatas, tenaga kami juga terbatas (hanya 3 orang dokter). Tetapi untung tidak seperti desa-desa lain yang pendaftarnya dapat mencapai 800 orang. Setelah ini kami juga perlu melakukan home visit bagi mereka yang tidak dapat datang karena sakitnya, untungnya kami masih muda dan bersemangat. Disela-sela pengobatan yang berlangsung, saya menemukan kasus yang sangat unik dan juga menyedihkan. Seorang anak kecil berwajah lebih tua dari ukuran tubuhnya dengan mulut sedikit terbuka duduk dihadapan saya, ia dipangku seorang ibu dan ditemani seorang anak perempuan yang berdiri disebelahnya sambil mengganggu anak kecil tersebut. Awalnya saya pikir ibu yang membawa anak kecil itu adalah ibu kandungnya dan anak perempuan yang menemaninya adalah kakaknya. Tubuhnya yang kecil tersebut hampir mengelabui saya, tetapi wajahnya memaksa saya untuk mengambil waktu lebih lama dengannya. Setelah perkenalan, ternyata ibu yang membawanya adalah kakaknya, sementara anak perempuan yang mengganggunya itu adalah keponakannya. Sepintas saya pikir hanya diskondroplasia, suatu gangguan pembentukan tulang yang menyebabkan kecebolan dan juga diturunkan, seperti Ateng atau Ucok Baba, tapi ternyata bukan. Ia adalah seorang anak laki-laki bernama Januar, lahir tepat di awal tahun akhir milenium ke3, 1 Januari 2000. Walaupun usianya sudah 10 tahun 4 bulan, ia hanya berbobot 18 kilogram dan tinggi 81 cm. Perutnya buncit dan keras, rambutnya agak jarang, wajahnya sembab dan lemas, ia tampak tidak aktif sebagaimana seorang anak berusia 10 tahun lainnya, hanya terpangku dipangkuan kakaknya. Kakaknya mengatakan bahwa Januar belum bisa berjalan ataupun berbicara lancar. Saya juga cukup sulit untuk menarik perhatiannya, apalagi berkomunikasi dengannya. Saat dipanggil ia hanya diam, tampak masa bodoh dengan lingkungan disekitar, hanya menatap dengan tatapan yang membuat saya prihatin. Berdasarkan pengakuan kakaknya, jika berbicara ia hanya menyebut satu dua patah kata, tidak pernah satu kalimat. Kata yang ia sebutkan hanya kata untuk memanggil atau meminta sesuatu, “makan”, “maa..” atau sejenisnya. Untuk berjalan ia juga mengalami kesulitan, hanya berdiri dengan bantuan pegangan. Januar hanya buang air besar 3-5 bulan sekali sejak lahir, BAB terakhirnya terjadi saat lebaran 2009. Saat saya melakukan pemeriksaan fisik, perutnya tampak terdistensi dengan gambaran vena-vena lebar yang tampak jelas dan pusar yang menonjol keluar. Perut bagian atas dan tepi teraba keras berlobul-lobul, mungkin akibat feses yang menumpuk. Dasar kuku dan matanya tampak pucat, nadi cepat sekitar 100 x/mnt. Kepalanya lebih besar untuk proporsi tubuhnya dengan wajah yang agaknya bengkak, rambut panjang sedikit jarang pada bagian depan, tidak mudah dicabut. Telinganya penuh dengan serumen, membran timpani tidak tervisualisasi. Berdasarkan penelusuran riwayat dan pemeriksaan fisik, kemungkinan besar ia mengalami penyakit yang bernama Hirsprung Diseases/Megacolon Congenital tipe pendek tanpa gejala enterokolitis disertai dengan gangguan tumbuh kembang berat pada semua aspek dan anemia dengan kausa yang belum jelas. Penyakit yang ditemui pada 1 dari 5.000 kelahiran ini terjadi akibat kerusakan saraf pada ujung usus besar sehingga tidak dapat membuka. Kondisi ini dapat ditangani dengan operasi untuk membuang usus besar yang rusak dan menyambungkan kembali usus besar yang sehat dengan anus. Kedua orang tuanya sebenarnya sudah menyadari kondisi Januar sejak awal bulan kelahirannya, tetapi selama 10 tahun ini belum pernah dibawa ke dokter untuk periksa yang jaraknya sekitar 1 jam dengan perjalanan kendaraan bermotor. Ia hanya dibawa ke mantri di puskesmas pembantu setempat beberapa kali sejak tahun pertamanya. Sebenarnya ia juga sudah dianjurkan untuk dibawa ke kota untuk berobat oleh mantri setempat, tetapi keluarganya lebih memilih untuk mendiamkannya karena alasan biaya dan jarak yang jauh. Dari kiri ke kanan, adik Januar, ayah Januar, saya, dan Januar, Setelah menilai kondisi Januar, saya mencoba untuk menjelaskan kepada keluarga bahwa kondisi ini dapat ditangani dengan baik di kota. Mereka hanya perlu mengurus surat JAMKESMAS untuk mendapat pengobatan cuma-cuma, dan mengeluarkan biaya untuk transportasi. Sebenarnya saya ingin melakukan pemasangan rectal tube untuk penanganan sementara, tetapi karena kendala alat dan waktu, hal tersebut tidak saya lakukan. Saya hanya berharap orang tua Januar membawanya ke kota untuk penanganan lebih lanjut. Setelah lima hari kami melanjutkan bakti sosial di desa-desa lain, kami kembali ke desa itu untuk bermalam. Saya iseng-iseng mencari alamat Januar yang katanya berlokasi di RT 07. Harapan saya ternyata tidak tecapai. Saat tiba dirumahnya, Januar terlihat hanya duduk diatas gedek didepan rumah kayunya yang kecil. Orang tuanya mengatakan bahwa mereka tidak ada biaya untuk membawa Januar berobat kekota karena ayahnya baru mengalami kecelakaan dan mengalami patah kaki beberapa waktu lalu yang juga memakan biaya yang besar. Berdasarkan perspektif medis, memang akan sangat sulit untuk dapat mengejar ketinggalan tumbuh kembang dari Januar, tetapi saya tetap melihat kemungkinan bahwa Yanuar dapat mengalami perkembangan yang berarti jika dilakukan penanganan lebih lanjut terutama untuk kualitas hidup selanjutnya. Resiko operasi yang dilakukan juga tidak terlalu berat seperti operasi untuk atresia bilier Bilkis, hanya saja perlu kontrol rutin untuk dilakukannya businasi agar lubang anusnya tidak tertutup kembali yang dapat dilakukan di puskesmas. Januar duduk di depan rumahnya. Sebenarnya perkembangan yang jauh lebih baik dapat dicapai jika penanganan medis dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Permasalahan ini tidak hanya mengenai masalah medis tetapi juga terkait dengan keluarga dan lingkungan sosial. Untuk kelanjutan kasus Januar, saya telah mengirimkan laporan tertulis mengenai Januar kepada bupati setempat dan sedang menunggu responnya. Tulisan ini juga sudah saya email ke beberapa LSM untuk menjadi wadah, tetapi belum ada respon sampai saat ini. Tolong doakan agar respon dari pemerintah setempat ataupun LSM-LSM sosial cukup baik untuk membantu anak ini. Terimakasih NB: pencantuman nama dan foto telah mendapat ijin lisan dari orang tua Januar. Perkembangan terakhir: 30 Agustus 2010, 23.00 WIB. Saya menanyakan kondisi Januar dan respon kabupaten melalui sms ke sekretaris desa setempat, ternyata belum ada respon sama sekali baik dari pusat kabupaten ataupun dari puskesmas setempat. Seingat saya, saya telah titipkan laporan perjalanan ke Istri Bupati lewat salah satu teman kami. Bsk pagi saya akan coba hubungi lagi beliau. Semoga akan ada respon.. 30 Agustus 2010, 23.41 WIB. Jika ada Bapak/Ibu yang ingin memastikan kondisi Januar atau ingin membantu Januar, silahkan berkoordinasi dengan Bapak Yan, Sekretaris Desa Batu Balai, Muara Bengkal, Kutai Timur di 081210491737. Mohon maaf saya tidak dapat menjadi perantara langsung karena saat ini saya tidak lagi berada di Kutai Timur dan hanya dapat membantu dari jauh..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H