Mohon tunggu...
pikasa retsyah
pikasa retsyah Mohon Tunggu... -

Dokter yang sedang mengabdi di daerah terpencil

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Visi Misi Kesehatan Gratis Calon Pemimpin

17 Juni 2014   14:44 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:24 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Uji coba pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) akan dilakukan mulai 1 April 2013 di Provinsi DKI Jakarta. (Kompas.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="544" caption="Ilustrasi - Uji coba pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) akan dilakukan mulai 1 April 2013 di Provinsi DKI Jakarta. (Kompas.com)"][/caption] Membaca mengenai pemaparan visi-misi calon pemimpin kita di dunia kesehatan, saya agak sedikit nelongso. Memang pengobatan gratis selama bertahun-tahun ini bagaikan hak bagi masyarakat miskin, tanpa satu pun kewajiban yang menyertainya. Cukup miskin saja, maka Anda berhak untuk mendapatkan pengobatan gratis. Hal yang membuat banyak orang Indonesia, tidak peduli berapa luas tanahnya, seberapa bagus rumahnya, atau yang lebih terlihat oleh kami tenaga medis, seberapa bagus mobil/motor, gadget ataupun perhiasan yang dipakainya, dan berlomba-lomba untuk menjadi miskin demi fasilitas hak tanpa kewajiban ini. Maka tidak sedikit cerita, pake BlackBerry tapi pake Jamkesmas, naik Honda Jazz tapi pake Jamkesda, atau setelah habis operasi gratis senilai puluhan juta di kelas 3 dengan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) terus minta pindah ke kamar VIP saat masa pemulihan. Mungkin tidak salah, tapi rasanya juga tidak bisa dibenarkan. Sementara beberapa orang tetap berusaha menjaga harga dirinya dari predikat miskin meskipun sebenarnya memang tidak mampu membayar biaya pengobatan yang memang bagi sebagian besar masyarakat kelas menengah kita masih termasuk mahal. Sangat disayangkan, bahwa program pencegahan penyakit dan perilaku hidup sehat kurang mendapat bagiannya. Memang sebagai dokter puskesmas, saya disibukkan dengan program-program pencegahan yang sudah bagus dan direncanakan dengan matang oleh para ahlinya di dinas kesehatan, tapi tetap saja saya berhadapan dengan masyarakat yang tidak tahu dan tidak terlalu mau tahu kecuali hal yang disampaikan pernah ditayangkan di televisi. Sempat terlintas di pikiran saya, jika iklan mengenai kesehatan masyarakat segencar iklan para calon pemimpin kita sekarang, mungkin kita tidak bakal disusahkan dengan triliunan anggaran kesehatan untuk memberi "hak" orang miskin tadi. Lepas dari masalah masyarakat yang tidak mau menjaga kesehatan, para pelajar mulai SMP yang sudah diberi motor dan lalu kebut-kebutan hingga kecelakaan, hingga jutaan orang yang meracuni dirinya dengan racun yang diiklankan di televisi secara masif, masalah pilihan pembiayaan memang salah satu masalah di negara kita tercinta ini. Kita memang punya pengobatan murah di puskesmas, tapi harus diakui kualitasnya yang terbatas karena terbatasnya obat dan fasilitas. Sementara pengobatan dengan kualitas terbaik memang ada di fasilitas swasta, meskipun dengan harga yang kerapkali bikin kering dompet. Meskipun kadang saya heran bahwa beli gadget bagus sering tidak dianggap bikin kering dompet. Masyarakat kita perlu pengobatan yang lengkap dan baik (meskipun mungkin bukan yang terbaik karena yang terbaik di dunia kesehatan itu artinya harga beberapa kali lipat) dan terjangkau. Pemeriksaan laboratorium yang lengkap, obat-obatan yang lengkap, kemasan baik dan harga terjangkau. Masyarakat kita ini masih sangat mementingkan "kemasan" untuk segala hal makanya susah sekali untuk dipaksa pake obat generik kecuali terpaksa. Dan lucunya masyarakat kita juga suka yang murah-murah sehingga obat generik bermerek cukup laku di pasaran. Terakhir kali saya ke Singapura, saudara saya yang kebetulan sudah menjadi warga negara sana bercerita pengalamannya berobat di semacam puskesmas di sana (kebetulan saudara saya bukan tenaga medis), dia bercerita di sana puskesmas juga antri 3 jam, biaya berobatnya juga sekitar 10-15 x harga seporsi makanan paling murah di sana (ukuran yang selalu saya pakai adalah berapa kali harga satu porsi makanan), dan yang membuat saya takjub adalah harga obat paten di puskesmas sana hanya sepertiga harga eceran tertinggi obat yang sama di Indonesia. Jelas di sana yang ditawarkan pemerintah bukan pengobatan gratis, tapi murah dan berkualitas. Mungkin kalo pengobatan murah dan berkualitas untuk segala kalangan masih belum terpikirkan oleh para calon pemimpin kita, hal yang bisa kita lakukan, terutama kita yang bukan termasuk warga miskin, adalah berusaha sebisa mungkin agar tidak sakit, sambil tetap memproteksi diri kita sendiri dengan asuransi kesehatan baik yang dimiliki pemerintah, syukur-syukur kalo ada dana untuk ikut yang swasta. Karena toh meskipun gratis, sakit itu tetap tidak enak kan. Pikasa Retsyah Dipayana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun