Judul tulisan saya kali ini merupakan pertanyaan yang kerap kali saya dapatkan di dalam ruangan praktek psikiatri, baik dahulu ketika saya masih menjalani pendidikan sebagai calon spesialis kedokteran jiwa ataupun saat ini ketika saya sudah berpraktek sebagai seorang psikiater. Meskipun saya tidak terlalu pasti berapa persisnya jumlah pasien atau keluarganya yang bertanya namun mengingat sangat seringnya hal ini ditanyakan maka saya memperkirakan lebih dari 70 persen pasien saya ataupun keluarganya menanyakan hal ini. Pertanyaan ini sering ditanyakan sehingga tentu ada alasannya, dibalik pertanyaan pasien atau keluarganya saya sering melihat adanya kecemasan dan kekhawatiran yang timbul akibat mitos seputar “obat penenang” yang beredar kuat di dalam masyarakat.
Kepercayaan bahwa pergi ke dokter psikiater berarti pasti akan mendapat “obat penenang” nampaknya sangat kuat berakar dalam masyarakat Indonesia. Ketika saya memikirkan sebetulnya dari mana kepercayaan ini muncul, saya kemudian mulai melihat potongan-potongan memori dari berbagai film ataupun cerita fiksi yang beredar di masyarakat yang menggambarkan seseorang yang berteriak histeris dan kemudian mendapatkan suntikan “obat penenang” oleh psikiater atau juga adegan yang umumnya ditemukan, ketika berdialog dengan psikiater maka kalimat yang muncul kemudian adalah“nanti saya berikan obat penenang”. Ketika saya membaca berita baik itu di koran ataupun sekedar iseng browsing membaca berbagai halaman internet maupun blog, mayoritas keyword psikiater kemudian berpasangan dengan obat penenang. Budaya pop memang sangat luar biasa dalam mempengaruhi cara pandang masyarakat di jaman modern ini.
Artikel ini saya tuliskan untuk memberikan edukasi pada masyarakat awam sekaligus meluruskan salah kaprah mengenai obat-obat psikiatri karena salah kaprah ini pula yang menyebabkan pasien enggan datang mencari pertolongan meskipun sebenarnya membutuhkannya. Ketakutan cukup besar pada pasien maupun pada keluarganya untuk mencari pertolongan pada psikiater adalah kemungkinan akan kecanduan “obat penenang”. Ataupun kemungkinan menjadi pengguna “obat penenang” seumur hidup dengan mengunjungi psikiater.
Pertanyaan : Apakah obat-obat psikiatri adalah obat penenang?
Jawaban: Ada sebagian obat psikiatri yang memang memberi efek menenangkan. Misalnya obat-obat golongan benzodiazepin yang memang berfungsi sebagai obat anti cemas/panik sehingga ketika serangan cemas/panik muncul dan pasien meminum obat anti cemas, serangan mereda dan pasien merasa tenang. Ada pula golongan obat-obat anti psikotik yang umumnya diberikan pada pasien yang mengalami gaduh gelisah. Yang di maksud dengan kondisi gaduh gelisah adalah kondisi di mana seorang pasien mengamuk, bersikap mengancam, atau menunjukan tanda-tanda kekerasan. Dengan mendapatkan terapi obat antipsikotik, umumnya kondisi ini dapat diatasi dalam pengertian pasien tidak lagi mengamuk, bersikap mengancam, atau mengalami gaduh gelisah. Obat anti psikotik sendiri selain digunakan sebagai obat untuk mengatasi kondisi tersebut, juga digunakan pada pengobatan skizofrenia dan beberapa gangguan psikiatrik lainnya. Obat-obat golongan lainnya yang juga digunakan dalam mengatasi gangguan psikiatrik adalah obat-obat anti depresan, psikostimulan, anti konvulsan, mood stabilizer, dan anti kolinergik di mana masing-masing obat digunakan sesuai dengan indikasi diagnosis yang ditegakan dan tidak menyebabkan tenang seperti yang dimaksudkan dalam pengertian obat penenang.
Pertanyaan: Apakah semua obat psikiatri menyebabkan tidur atau mengantuk?
Jawaban: Ini merupakan pernyataan kedua yang paling banyak menyangkut mitos “obat penenang” itu tadi. Pasien saya umumnya menyatakan “Dokter nanti kalau saya minum obatnya.. Saya nanti tidur terus dan mengantuk.” Tidak semua obat psikiatri menyebabkan mengantuk, ada sebagian obat yang justru sebaiknya tidak diminum pada malam hari karena dapat menyebabkan sulit tidur. Ada pula obat-obat yang tidak berpengaruh sama sekali pada pola tidur. Sebagian obat psikiatri yang menyebabkan mengantuk pun, umumnya tidak lagi memberikan efek mengantuk setelah tubuh terbiasa.
Pertanyaan: Apakah semua obat psikiatri harus diminum seumur hidup?
Jawaban: Lama minum obat bervariasi pada kasus-kasus psikiatri tergantung diagnosis pasien. Pada beberapa diagnosis, obat hanya diminum selama diperlukan sama seperti obat-obat pada penyakit fisik. Pada jenis lainnya, obat diminum untuk jangka waktu tertentu sebelum akhirnya dapat dihentikan, Namun memang ada pula pasien yang perlu minum obat hampir sepanjang waktu, misalnya karena terjadi kekambuhan (relaps) berulang dalam jangka waktu yang tergolong dekat, misalnya pada orang dengan skizofrenia atau penderita gangguan bipolar yang relaps terus-menerus.
Pertanyaan: Sebetulnya bagaimana cara obat-obat psikiatri bekerja?
Jawaban: Hampir semua obat-obat psikiatri bekerja dengan memanipulasi berbagai neurotransmiter di sistem saraf pusat (otak). Otak adalah organ yang terdiri dari berjuta-juta sel saraf. Otak mampu melakukan fungsinya dengan baik bila sel-sel otak bekerja dengan baik pula. Kondisi ini tercapai bila terdapat komunikasi yang benar antar sel-sel saraf. Neurotransmiter adalah zat yang diperlukan dalam mengatur komunikasi antar sel saraf. Neurotransmiter di otak banyak sekali jenisnya, misalnya dopamin, serotonin, GABA, norepinefrin, epinefrin, dan lain sebagainya. Tiap neurotransmiter memiliki fungsinya tersendiri dan memengaruhi otak dalam cara-cara yang berbeda sehingga menghasilkan emosi, perilaku, cara berpikir, bertindak yang berbeda pada seseorang. Setiap gangguan psikiatri umumnya terkait dengan sistem neurotransmiter yang berbeda, misalnya gangguan sistem dopamin pada skizofrenia dan psikotik lainnya, gangguan sistem serotonin pada depresi dan gangguan mood lainnya, dan lain sebagainya. Obat-obat psikiatri akan memperbaiki sistem neurotransmiter sehingga sistem tersebut menjadi stabil kembali dan akhirnya memperbaiki emosi, perilaku, cara berpikir, dan bertindak seseorang.
Pertanyaan: Apakah obat-obat psikiatri menyebabkan kecanduan?
Jawaban: Dalam bahasa medis, kecanduan disebut dengan adiksi. Memang betul terdapat golongan obat psikiatri yang berpotensi untuk menimbulkan adiksi, misalnya golongan benzodiazepin yang digunakan sebagai obat anti ansietas namun bila digunakan dengan benar dan dalam pengawasan dokter umumnya kondisi adiksi dapat dicegah. Adiksi obat/zat ditandai dengan:
- keinginan kuat untuk selalu menggunakan suatu zat/obat tersebut
- tidak mampu mengontrol perilakunya untuk tidak menggunakan zat/obat tersebut
- timbul gejala putus zat bila zat/obat dikurangi dosisnya/tidak digunakan lagi
- terdapat toleransi di dalam tubuh yaitu keadaan di mana kadar obat/zat harus terus-menerus dinaikan bila ingin mencapai efek yang sama
- pikiran terus-menerus untuk menggunakan zat/obat tersebut
- tetap “ngotot” menggunakan zat/obat meski tahu adanya risiko yang membahayakan dari zat tersebut
Bila dilihat dari kriteria adiksi tersebut, hampir semua obat-obat psikiatri tidak menyebabkan kondisi yang tersebut di atas sehingga tidak dapat dikatakan menyebabkan kecanduan.
Jadi jangan lah takut untuk pergi ke psikiater bila mana memerlukannya. Tanyakan dengan jelas pada dokter Anda apa fungsi, indikasi, dan hal-hal lain yang ingin diketahui mengenai terapi obat yang diberikan. Semoga informasi ini cukup mencerahkan bagi yang membaca artikel ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H