Mohon tunggu...
Rizky Perdana
Rizky Perdana Mohon Tunggu... Dokter - dr,SpPD,KPTI,FINASIM,Dr(Epid)

Internist-Infectious Disease Consultant-Fellow Indonesian Society of Internal Medicine (FINASIM), Clinical Epidemiologist

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pengobatan Alternatif

7 Februari 2010   09:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:03 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Survei Sosial Ekonomi Nasional menyebutkan, tahun 1998 pemanfaatan obat tradisional sebagai pengobatan alternatif; baru 4,5 persen. Tiga tahun kemudian, pengguna obat tradisional sudah 31,7 persen.

Survei juga mengatakan; 57,7 persen penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri. Dari jumlah itu, dua pertiga menggunakan obat modern (misalnya obat bebas) dan sisanya membeli jamu.
Depkes mencatat ada 30-an jenis pengobatan alternatif, terbagi dalam pengobatan dengan ketrampilan (pijat,refleksi,pijat patah tulang dan lainnya), dengan ramuan (gurah,homeoterapi,aromaterapi,sinshe) serta dengan pendekatan rohani dan supranatural (meditasi,reiki,kalimasada,sinar putih,kebatinan).
Dilihat dari data tersebut bahwa pengobatan alternatif semakin berkembang dan kepercayaan masyarakat semakin tinggi. Kenapa demikian, karena salah satunya adalah gencarnya iklan (promosi) di media elektronik,media massa dan pemberian brosur kepada masyarakat yang menjanjikan kesembuhan 100 persen.

Tetapi dilihat dari kenyataannya tidaklah benar, karena menurut Prof. dr. Zubairi Djoerban,SpPD,KHOM mengatakan bahwa obat tradisional atau obat yang digunakan untuk pengobatan alternatif, apapun bentuknya,kalau obat yang tidak ada pembuktian dengan uji klinik dan pembuktian yang panjang obat tersebut tidak benar.

Menurut Prof. Zubairi, bahwa obat yang benar adalah yang perlu waktu pembuktian, harus ada uji kliniknya. Kalau langsung menjadi obat mujarab dan diedarkan ke masyarakat,itu tidak benar. Suatu perjalanan obat yang diakui dan efektif adalah harus ada pembuktian jangka panjang.
Secara berurutan misalnya,senyawa baru (hasil isolasi/sintesis). Kemudian uji praklinik bagaimana, pada organ terpisah atau hewan percobaan dan melihat farmakodinami, farmakokinetik, toksisitas pada hewan coba. Kemudian uji klinik dengan manusia dengan fase I-IV dan memastikan efektivitas,keamanan,efek samping,dll.

Berfikir secara logis tidak cukup
Prof. Zubairi mengatakan,berfikir secara logis saja juga tidak cukup untuk diterapkan ke pasien tentang masalah persepsi kesehatan,misalnya makan telor mengandung kolesterol,kolesterol akan menyebabkan stroke dan jantung,kata-kata tersebut benar. Karena itu jangan makan telor nanti akan terkena stroke dan jantung,itu yang salah. Ada lagi merokok bisa kena kanker,kata-kata tersebut benar, betacaroten mencegah kanker, itu dibuktikan cukup banyak,tetapi perokok supaya tidak terkena kanker kita berikan betacaroten bukan mengurangi jumlah kanker pada perokok tersebut malah resikonya meningkat. Itu yang logis belum tentu benar, tegas Prof. Zubairi.

Misalnya lagi vitamin Ebisa mencegah sakit jantung, membuat kulit halus dan cantik,dll,tetapi ternyata vitamin E pada dosis 400 unit keatas perhari, itu bukan mencegah malah bikin angka kematian tinggi, ini terbukti dari hasil beberapa penelitian,dianalisa bahwa memberikan vitamin E dengan dosis tinggi akan mengakibatkan kematian.
Misalnya lagi buah merah,dilihat dari komposisi buah merah,bagus sekali,sama dengan buah yang lain seperti buah tomat,buah lain,dengan kesimpulan bahwa jadi makan buah adalah sehat,itu pasti. Tetapi kalau makan buah merah untuk mengobati kanker itu bohong besar. Kalau makan buah untuk mencegah kanker itu benar.

CAM (Complementary and alternative medicine)
Prof. Zurbairi menjelaskan juga tentang CAM. Cam singkatan dari komplementari dan Alternatif Medisin. Komplementari maksudnya tambahan yaitu,boleh menggunakan obat dokter dan ditambah dengan suplemen. Tetapi kalau alternatif adalah cara berobat dengan menggunakan bukan obat dokter.
Jadi CAM di definisikan bahwa aneka ragam sistem, produk dan praktek layanan kesehatan dan pengobatan yang saat ini tidak dianggap sebagai pengobatan konvensional. Istilah komplementari dipakai bersama dengan alternatif (menggunakan pengobatan konvensional). Pengobatan konvensional adalah praktek pengobatan yang dilaksanakan oleh dokter, fisioterapis, perawat,psikolog dsb.
Apa yang perlu diketahui pasien sebelum memakai CAM, Prof. Zubairi menjelaskan harus ada manfaat yang diharapkan,harus mengetahui resikonya bagaimana,kemudian manfaat terbukti lebih dari resikonya bagaimana,efek samping bagaimana. Setelah itu apakah pengobatan dimaksud menganggu pengobatan konvensional atau tidak, apakah ada uji kliniknya, dan siapa sponsor uji kliniknya.

Apa yang harus dilakukan Depkes dan Profesi Kedokteran
Menurut Imam Wahyudi (Ketua Umum Jurnalis Televisi Indonesia) sebaiknya dilakukan penyadaran. Tapi yang paling penting adalah mari semua mewujudkan pengobatan medis yang murah dan mudah,karena seperti yang disampaikan sebelumnya,salah satu faktor terbesar dari berpalingnya masyarakat ke pengobatan alternatif karena mereka tidak mampu mengakses pengobatan medis. Jadi Depkes mesti mewujudkan alokasi subsidi kesehatan dan asuransi kesehatan bagi masyarakat, terutama untuk penyakit-penyakit yang serius dan menuntut pengobatan berkelanjutan seperti kanker, gagal ginjal, diabetes dan lain-lain. Profesi Kedokteran mesti selalu mengingat bahwa amanah profesi adalah menyehatkan masyarakat, dengan tetap mendorong masyarakat bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati, mengingat ongkos pengobatan medis itu mahal.

Sumber: Halo Internis-Edisi 12/November 2008

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun