Mohon tunggu...
DPW LDII Jawa Barat
DPW LDII Jawa Barat Mohon Tunggu... wiraswasta -

LDII | Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) provinsi Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kita Kadang Tak Cukup Tua Dibanding Usia Kita

17 Oktober 2013   12:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:25 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Coba kita tanya diri masing-masing, berapakah usiaku saat ini? Dengan bertambahnya umur seharusnya seiring makin banyak makan asam garam, kita harusnya makin menjadi dewasa dalam arti yang sesungguhnya. Jangan-jangan kita bukan banyak makan asam garam tapi kebanyakan makan cuka di semangkok baso, atau kebanyakan makan saos karena penyuka mie ayam..hehe.

"Dewasa" dalam versi heureuy (bercanda, red) berarti "geDe Wadul kaSasaha" alias "gede wadul/ gede bo'ong ke setiap orang, ", ada juga yang mensinonimkan "Dewasa" = "geDe Wadah Sanguna" alias "gede/besar wadah/bakul nasinya doank maksudnya perutnya" hehe...

Nah, kembali kepada pengertian "dewasa" dalam arti sesungguhnya apa ya?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian dewasa secara umum adalah :

1 sampai umur; akil balig (bukan kanak-kanak atau remaja lagi)

2 Tern telah mencapai kematangan kelamin;

3 ki matang (tt pikiran, pandangan, dsb)
-- kelamin Tern keadaan mulai berfungsinya kelamin pd hewan untuk menghasilkan spermatozoa atau sel telur;

mendewasakan /men·de·wa·sa·kan/ v menjadikan dewasa: pendidikan selain bertujuan menambah ilmu pengetahuan juga berusaha ~ cara berpikir anak didik;

pendewasaan /pen·de·wa·sa·an/ n proses, cara, perbuatan menjadikan dewasa: proses ~ dipercepat oleh munculnya bermacam-macam tantangan;

kedewasaan /ke·de·wa·sa·an/ n hal atau keadaan telah dewasa
Secara terminologi kita bisa simpulkan dewasa berarti orang yang dapat mencapai kematangan/bijaksana baik pikiran, pandangan, sikap, perilaku, dapat menangkap/ mengambil hikmah atas segala kejadian yang menimpanya, tenang dalam menghadapi ujian dan cobaan.
Penulis sendiri merasakan sudah cukup dewasakah dengan usia yang makin menua ini? kita masih sering ngambek/ngadat/pundung/mutung dengan hal yang sebenarnya sepele, masih saja kita sering bersikap kekanak-kanakan, mudah tersinggung, mudah marah, masih saja kita kadang merasa lebih baik daripada orang lain yang kita anggap tidak lebih baik dari kita, masih saja terkadang kita mengolok/menghina orang lain, masih saja kita menghina orang lain, masih saja kita tidak dapat menghargai orang lain, masih saja kita tidak dapat memilah dan memilih skala prioritas, memilah dan memilih mana yang patut kita kerjakan dan mana yang tidak, masih saja kita segut (semangat) malah sologoto (tidak hati-hati) melihat piduiteun (celah yang menghasilkan uang, red) tanpa pikir panjang resiko yang dihadapi kelak, "ah kumaha engke we" (bagaimana nanti saja!), Ternyata Kita Tak Cukup Tua Dibanding Usia Kita..
Akhirnya tidak heran, ada aki-aki tujuh mulud (kakek-kakek yang sudah melewati 7 Maulid/muludan) nurustunjung (kebangetan menyebalkan) yang seharusnya sudah tinggal "banyak istighfar" malah melakukan perbuatan tercela. menunjukkan ketidakdewasaannya.
Ternyata makin bertambah usia tidak menjamin seseorang menjadi dewasa. Kedewasaan memang melalui tempaan dan gemblengan. Kita juga mesti terus belajar kepada orang lain yang sudah dapat menangkap hikmah kehidupan. Seperti contoh ada salah satu kenalan penulis ia mampu bersyukur padahal ia baru saja "diingatkan" dengan keras (dinasehati di depan orang banyak) hal yang tidak ia lakukan. Namun dengan kedewasaannya, tidak menjadikannya ia amarah malah ia mengatakan : sakit hati saya tertutup oleh kesyukuran saya kepada Allah SWT. Dengan saya diingatkan seperti itu, berarti orang yang mengingatkan saya itu "nyaah" (sayang) kepada saya.  MasyaAllah ia telah dapat menangkap esensi hikmah kehidupan..! Ia menyadari bahwa Allah telah mengirim seseorang untuk diambil hikmahnya.
Ia hanya melihat sisi positif atas kejadian yang menimpanya dan lebih memilih ridho Allah SWT.
Kejahatan dibalas dengan kejahatan itu namanya DENDAM.
Kebaikan dibalas dengan kejahatan itu namanya DZOLIM.
Kebaikan dibalas dibalas kebaikan, itu mah BIASA.
Kejahatan dibalas dengan kebaikan dan tetap berharap Ridho Allah, itu baru TIDAK BIASA.
Kisah Khalifah Umar yang kita kenal sebagai singa padang pasir, beliau tidak bereaksi/diam saja saat dimarahi istrinya. Ternyata karena beliau bersyukur kepada sisi positif istrinya yang telah melayaninya selama ini.
Sudahkah kita berusaha menjadi orang yang bermanfaat dalam koridor mencari Ridho Allah SWT semata dan tanpa berharap pujian orang lain? Sabda Rasulullah " Khoirunnas Anfa ahum linnas", sebaik-baiknya kalian yaitu orang yang dapat memberi manfaat kepada orang lain.
Sudahkah kita menjadi de-wa-sa? Sudahkah kita dapat mengambil hikmah atas cobaan dan ujian yang menerpa kita dan menjadikan kita lebih bersyukur kepada Allah SWt dan betapa kecilnya kita dihadapan-Nya dan senantiasa memohon dan berserah diri pasrah tawakkal kepada-Nya dan yakin masalah seberat apapun sangat kecil bagi Allah? Menuju dewasa tentu melalui proses.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun