Kecantikan merupakan hal yang tidak bisa digambarkan secara universal, kecantikan itu sesuai dengan pandangan masing-masing terhadap apa itu kecantikan baginya. Semua wanita itu cantik, mereka berhak untuk menentukan dan mengambarkan kecantikan diri mereka masing-masing.
Setiap wanita memiliki cara masing-masing dan juga pandangan masing-masing terkait kecantikan, hal ini disebabkan oleh keberagaman yang ada dalam masyarakat, keberagaman ini menciptakan pandangan maupun respon setiap individu terhadap individu lain terkait perihal kecantikan. Kecantikan dapat dinilai dari masing-masing pandangan individu, sehingga setiap individu tentunya memandang kecantikan dan tingkat kecantikan dengan cara yang berbeda-beda tentunya.
Seperti halnya salah satu suku di negara Vietnam, adalah suku Lu, suku ini memandang kecantikan dengan pandangan yang berbeda dari kebanyakan orang biasanya, pandangan yang mereka miliki dapat dibilang beda dari yang lain dan mungkin akan berbeda dengan pandangan masyarakat pada umumnya. Mungkin bila kebanyakan individu memandang kecantikan adalah soal make up atau lipstik yang digunakan, suku Lu ini berbeda dengan pandangan yang lain, mereka memandang bahwa wanita yang bergigi hitam justru menjadi wanita yang paling menarik atau cantik dan juga menjadi penanda bahwa mereka siap untuk menikah.
Tradisi menghitamkan gigi oleh wanita suku Lu ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam, gigi hitam ini bukan juga bawaan lahir, mereka dengan sengaja menghitamkannya dengan tanaman perdu sejenis sirih. Jelas hal ini berbeda dengan masyarakat kebanyakan, dimana biasanya kita malah berjuang untuk dapat mendapatkan gigi yang putih dan bersih, sedangkan suku Lu ini malah menghitamkan giginya.
Dari keberagaman tersebut kita dapat melihat persepsi budaya yang berbeda-beda dalam masyarakat, khususnya dalam hal ini terkait kecantikan dari sudut pandang warna pada gigi, dimana kebanyakan orang akan dapat tertarik oleh kecantikan dari gigi yang putih dan bersih, sedangkan suku Lu malah memandang kecantikan dari wanita yang memiliki gigi hitam.
Dari contoh ini saja dapat terlihat persepsi budaya yang berbeda-beda pada masyarakat, persepsi sendiri adalah suatu cara budaya mengajarkan anggotanya untuk melihat dunia ini dengan cara yang berbeda, suatu cara bagaimana dunia fisik dan sosial sesorang menjadi masuk akal. Gamble & Gamble(dalam Samovar, dkk, 20120, h.222) menjelaskan “Proses seleksi, pengaturan dan penginterpretasian data sensor dengan cara yang memungkinkan kita untuk mengerti dunia kita”
Dari gambar tersebut kita juga dapat memahami bahwa peresepsi mengenai kecantikan juga berbeda-beda dalam masyarakat, kita berproses dalam pembentukan persepsi tersebut. Bagaimana masyarakat modern yang melihat wanita suku Lu tersebut, pasti persespinya berbeda dengan masyarakat suku Lu yang sangat mengagumi dan memandang gigi hitam sebagai simbol kecantikan dan kesiapan untuk menikah.
Semakin banyak kita belajar mengenai keberagaman budaya maka semakin terbukanya pemikiran kita terhadap keberagaman dan pandangan-pandangan yang lain termasuk persepsi, proses belajar ini juga termasuk dalam proses pembentukan persepsi pada manusia. Akhir kata dengan banyaknya keberagaman dan persespi yang dihasilkan oleh kebudayaan, kita sebagai masyarakat harus dapat menghargai serta menghormati keberagaman dan perbedaan tersebut agar terciptanya keharmonisan dalam masyarakat yang beragam.
Referensi:
Samovar, L. A, Porter, R. E, & McDaniel, E. R. (2010). Komunikasi Lintas Budaya Communication Between Cultures (ed.7). Jakarta: Salemba Humanika
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H