Bekerja di suatu negara berarti mematuhi hukum yang berlaku di negara tersebut. Begitu juga dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, tetap bekerja dan mematuhi aturan, utamanya yang berhubungan dengan imigrasi setempat. Melihat lebih dalam lagi polemik TKI yang satu ini, khususnya yang sudah lama bekerja di Malaysia, mulai mengeluh akan mahalnya biaya untuk memperpanjang izin tinggal atau Permit Kerja. Dampaknya jelad sekali, TKI yang bekerja pada bidang bamgunan, pabrik, dan perkebunan dengan gaji yang belum mengalami peningkatan yang berarti, harus rela sebagian besar gaji mereka "dipotong" untuk Permit Kerja tersebut. Padahal, dengan nominal yang digunakan untuk urusan imigrasi yang cukup besar ini, atau sekitar RM 3000, bisa digunakan untuk tambahan tabungan yang nantinya dikirim ke kampung halaman, atau sekurang - kurangnya bisa digunakan untuk biaya hidup sehari - hari bagi TKI sendiri. Polemik inilah yang akhirnya menimbulkan efek negatif, TKI yang merasa terbebani dengan biaya tersebut akhirnya hanya punya dua opsi. Pertama, pulang ke kampung halaman karwna masa berlaku izin tinggal telah habis. Kedua, tinggal ilegal di negeri jiran ini dengan segala resikonya. Tentu saja, akhirnya pilihan mayoritas akan jatuh ke opsi kedua, karena sudah tidak mungkin untuk pulang ke kampung halaman sebelum sukses, dalam artian mendapat modal untuk hidup berkecukupan di rumah sendiri. Akhirnya,satu per satu bertambah TKI ilegal atau dalam istilah setempat lebih dikenal dengan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H