Baik Beni dan Rugos menilai, meski tidak serta merta dapat digunakan, jumlah Silpa yang segunung, Rp363 miliar, tersebut mengindikasikan belum optimalnya penggunaan instrumen APBD. Ini untuk meningkatkan perekonomian daerah. Juga memberikan layanan publik yang baik bagi masyarakat.
Dengan Silpa sebesar Rp363 miliar ini meurut mereka, menjadi preseden buruk. Karena dapat  dianggap ketidakefisienan dalam menarik pembiayaan. "Untungnya ada Covid-19. Saya melihat pemkab kurang maksimal dalam hal eksekusi. Masih terlalu konservatif," imbuh Beni. Karena itu, menurut mereka, pemkab perlu memperbaiki kinerja penyerapan anggaran dan mengawal pelaksanaan agar sesuai perencanaan di APBD. Harapan kedepannya Silpa ini menjadi ruang fiskal dari pengelolaan keuangan yang berkualitas. Sehingga, dapat diimplementasikan menjadi sebuah kebijakan yang berpihak pada masyarakat ujar mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H