Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tommy Soeharto,  Kembalinya Keluarga Cendana

15 Maret 2017   17:27 Diperbarui: 15 Maret 2017   17:50 1385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bukan politik kalau tidak sarat dengan daya kejut. Wacana Tommy Soeharto maju dalam bursa pemilihan presiden 2019 adalah salah satu contohnya. Tommy Soeharto, salah seorang anak Soeharto, mantan presiden masa Orde Baru tiba-tiba diwacanakan maju kontestasi Pilpres 2019. Wacana majunya Tommy Soeharto pada Pilpres 2019 tentunya menarik. Ada dua hal yang menurut saya menarik.

Pertama, Tommy Soeharto adalah anak mantan presiden selama lebih dari tiga dekade. Nama keluarga Cendana juga bisa ikut naik ke permukaan. Tentunya, dengan membawa catatan sejarah sang ayah dan keluarga Cendana, Tommy Soeharto mempunyai bekal untuk bersaing di kontestasi politik tanah air. Latar belakang sejarah ini bisa menjadi pedang bermata dua.

Di salah satu mata, Tommy Soeharto bisa mengasah ingatan rakyat pada kejayaan di masa Orde Baru di bawah tangan sang ayah. Kejayaan ini akan dibanding-bandingkan dengan apa yang telah dan sedang berlangsung setelah sang ayah lengser. Dengan ini, efek romantisasi masa Orde Baru (Orba) akan ramai menghiasi program dan trik-trik politik Tommy Soeharto.

Namun salah satu mata pedang Tommy Soeharto juga akan tumpul dan tak bertaji. Rakyat pasti belum melupakan sejarah kelam selama Orde Baru. Apabila para korban Orde Baru membangkitkan masa-masa suram di bawah kuasa Soeharto, ini bisa menghambat laju Tommy Soeharto. Betapa tidak, ragam kisah kelam selama Orde Baru masih mengambang. Orde Baru menyimpan luka dan duka bagi para korban. Dan ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi pencalonan Tommy Soeharto.

Kedua, Tommy Soeharto adalah mantan seorang narapidana. Menjadi menarik saat headline koran-koran terkemuka baik di tanah air dan bahkan mungkin di luar negeri kelak akan menulis , “mantan narapidana menjadi (calon) Presiden Indonesia.” Sebagai rakyat Indonesia, apakah kita akan bangga atau senang dengan headline seperti ini?

Menimbang kasus yang pernah menimpa Tommy Soeharto, secara manusiawi, tentunya sulit untuk menerima kenyataan seperti itu. Beda konteks dan motif kalau Tommy Soeharto adalah tahanan korban politik seperti yang dialami oleh Soekarno, Presiden I RI.

Sisi lain wacana pencalonan Tommy Soeharto di Pilpres ikut menambah dan bahkan memperkuat deretan nama politik keluarga (dinasti politik) di tanah air. Tommy Soeharto mewakili keluarga Cendana, yang mana pernah berkuasa di negeri ini selama 30-an tahun. Wacana majunya Tommy Soeharto juga seolah menghidupkan keberadaan keluarga Cendana yang begitu akrab di masa Orde Baru.

Jika Tommy Soeharto benar-benar maju, maka ini juga bisa menunjukkan situasi keluarga Cendana itu sendiri. Boleh jadi keluarga Cendana belum bisa move on dari lingkaran kekuasaan. Hasrat berkuasa masih mengitari keluarga ini. Pencalonan Tommy Soeharto menjadi cara untuk memuluskan hasrat tersebut. Jadi, Tommy Soeharto tidak hanya mewakili dirinya sendiri, tetapi keluarga yang pernah berkuasa puluhan tahun. Dengan ini pula, kroni-kroni yang setia dengan keluarga ini pun ikut bermain di dalamnya. Selain karena faktor kedekatan, juga mungkin karena faktor untung-rugi selama menjadi teman keluarga Cendana semasa Orde Baru.

Dampak lanjut yakni tergerusnya pendidikan politik tanah air. Akan muncul anggapan bahwa berpolitik hanyalah milik klan atau keluarga tertentu. Keluarga atau klan ini juga akan berusaha melindungi kepentingannya untuk terus duduk selama mungkin di kursi kekuasaan. Seperti misal, mengangkat orang-orang dari lingkaran keluarga atau klan sendiri untuk duduk di posisi strategis di pemerintahan. Ujung-ujungnya, politik Indonesia menjadi politik keluarga dan menutup ruang bagi orang lain. Yang bersaing di dunia politik tanah air antara keluarga A versus B. Jadinya, politik persaingan antara keluarga atas nama kuasa. Tentunya, kita tidak mau karena pada dasarnya berpolitik adalah hak setiap orang dan bukan hak keluarga atau klan tertentu.

Entah Tommy Soeharto maju atau tidak dalam kontestasi Pilpres 2019, yang pasti pemilu selalu berkaitan dengan pilihan rakyat. Rakyat yang menentukan seseorang naik ke kursi kekuasaan. Kalau Tommy Soeharto melihat pencalonannya sebagai kesempatan emas untuk berkuasa, mestinya Tommy Soeharto mesti berhadapan dengan rakyat dan bukannya ke teman politik yang berada di sekitarnya. Toh, yang memilih Tommy Soeharto adalah rakyat dan bukannya segelintir teman politik dan teman kepentingan. Berhadapan dengan rakyat, Tommy Soeharto mungkin berhadapan dengan pertanyaan, apa sih sumbangsih seorang Tommy Soeharto sebagai seorang calon presiden?

Wacana pencalonan Tommy Soeharto juga menunjukkan kembalinya keluarga Cendana. Entah keluarga siapa yang akan dihadapi keluarga Cendana, tetapi rakyat tetap membutuhkan pemimpin dari dan untuk rakyat. Rakyat tidak butuh keluarga tertentu, tetapi rakyat butuh seorang pemimpin untuk Indonesia. ***  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun