Pemecatan Cladio Ranieri masih menjadi isu menarik di dunia sepak bola. Ini menjadi menarik bila ditimbang dari sumbangsi Ranieri mengantarkan Leicester City menjadi juara Liga Inggris musim lalu. Delapan bulan setelah perayaan bersejarah itu, Leicester City tega-teganya menanggalkan jabatan Ranieri dari kursi pelatih. Ranieri dipecat karena penampilan Leicester yang melempem musim ini.
Lebih miris lagi, beberapa hari setelah itu, Leicester City malah tampil beringas dengan melibas klub papan atas Inggris, Liverpool dengan skor 3-1 di kompetesi Liga Inggris. Mungkin itu hanyalah sebuah kebetulan. Tetapi itu bisa membahasakan sebuah simbol atau hubungan dengan kepergian dari sang manager. Pertanyaannya, kemana spirit kemenangan itu selama delapan bulan saat Ranieri melatih Leicester musim ini?
Yah, keberhasilan Leicester City musim lalu tidak lepas dari racikan sang pelatih dan mentalitas para pemain. Dengan pemain berbudget biasa-biasa saja, mereka seolah menjadi emas di tangan Ranieri. Hasil akhirnya, beberapa nama pun menjadi incaran klub-klub papan atas. Salah satu yang memutuskan pergi adalah N’Golo Kante.
N’ Golo Kante menerima tawaran klub kota London, Chelsea. Kante, pemain asal Perancis yang hampir gagal menjadi pemain profesional pada usia 16 tahun menjadi motor lapangan tengah Chelsea musim ini. Kehebatannya di Chelsea musim ini berbanding terbalik dengan keterpurukan Leicester yang berujung pada pemecatan Ranieri.
Musim ini, Ranieri dan mantan anak asuhnya, Kante mempunyai kisah yang berbeda. Di satu sisi, Ranieri mendapat nasib apes sebagai seorang pelatih bersejarah di Leicester. Di lain pihak, Kante mantan anak kepercayaannya di Leicester yang memutuskan bergabung dengan Chelsea, terpilih sebagai pemain terbaik pada London Football Awards. Menariknya, Kante dinilai menjadi pesaing Zlatan Ibramovic, Alexis Sancez dan Costa untuk menjadi pemain terbaik Liga Inggris musim ini. Musim lalu, gelar ini jatuh ke mantan setimnya Jamie Vardy. Pencapaian ini seolah menunjukkan kalau Kante sebenarnya sosok yang juga pantas dilirik meraih gelar individu musim lalu.
Leicester mungkin kecolongan karena membiarkan Kante pergi ke Chelsea. Alih-alih merasa nyaman dengan servis dua pemain andalan mereka, Jamie Vardy dan Riyad Mahrez, Ranieri sebenarnya kehilangan seorang pangeran yang mengkordinir lapangan tengah. Cladio Ranieri pun mengakui sosok Kante sebagai sosok yang “tak tergantikan” setelah kepergiannya ke Chelsea.
Kante adalah salah satu gelandang pekerja keras dan energik yang pernah dimiliki oleh Leicester. Kekuatan dan kelebihan inilah yang membuat Chelsea merekrutnya musim ini. Sebelumnya Chelsea tidak sendiri dalam memburu Kante. Real Madrid juga berada di barisan depan untuk mendapatkan Kante. El Real menilai Kante serupa dengan peran dan gaya Claude Makelele yang pernah bermain di klub ibukota Spanyol itu. Namun sang pemain lebih menerima tawaran Chelsea daripada Madrid dan klub-klub lain.
Tidak tanggung-tanggung, Chelsea mesti menggelontorkan dana dengan nilai transfer 32 million Euro. Melihat penampilan musim ini, Chelsea pantas bersyukur karena tidak sia-sia merekrutnya dari Leicester City. Meski tidak bermain di Liga Champions sama seperti eks rekan-rekannya di Leicester City, toh Kante menikmati sukses yang bertolak belakang dengan yang dialami oleh Leicester musim ini. Bahkan kalau Chelsea berhasil merengkuh juara Liga Inggris musim ini, Kante masuk dalam salah satu pemain bersejarah Liga Inggris. Dia mengukir sejarah sebagai seorang pemain yang menjuarai Liga Inggris di dua musim beruntun dengan dua klub yang berbeda. Bermain di Liga Champions pun bukanlah mimpi bagi Kante, tetapi itu menjadi kenyataan yang sudah ada di depan mata.
Kante menjadi salah satu gelandang yang sangat diandalkan oleh Antonio Conte di Chelsea musim ini. Pengaruhnya berhasil menggeser para gelandang Chelsea seperti Oscar dan John Obi Mikel. Dua gelandang ini pun memutuskan hengkang karena minimnya menit bermain di Chelsea. Berkat kerja keras dan kedisiplinannya, Kante yang berkoloborasi dengan pemain nasional Serbia, Nemanja Matic di lini tengah si Biru membuat sulit pemain lawan menembus pertahanan Chelsea. Umpan dan operan akuratnya, tekel dan intrupsinya mengatasi serangan lawan menjadi kelebihan yang dirindukan oleh Leicester city.
Kepergiaan Kante bisa menjadi salah satu sebab keterpurukan Leicester musim ini. Cladio Ranieri ternyata benar saat mengakui “peran tak tergantikan” Kante di Leicester. Meski Jamie Vardy and Mahrez memutuskan untuk menolak pinangan dan tawaran klub-klub besar, toh Leicester tidak bisa menutup lubang yang ditinggalkan oleh Kante. Kante adalah salah satu pemain yang berhasil mengimbangi kecepatan Vardy and kreatifitas Mahrez di Leicester. Entahkah Kante menjadi salah satu sebab kepergian dari Ranieri. Sulit untuk menjawabnya. Tetapi kerap keseimbangan tim akan menurun apabila pemain penting meninggalkan tim. Terlebih lagi bila lubang itu tidak ditutup dengan pengganti yang mumpuni.
Kante sedang menikmati masa keemasannya di Chelsea. Leicester City berusaha bangkit untuk menghindari zona degradasi. Sementara, Ranieri mungkin berharap tawaran baru dari klub lain.***