Kedatangan Michael Essien ke sepak bola Indonesia menjadi menarik. Ini terutama disebabkan karena latar belakang Essien sebagai seorang pesepakbola profesional. Kehadiran Essien, di satu sisi, menunjukkan kepada dunia tentang keberadaan sepak bola Indonesia. Dengan ini, publik sepak bola dunia mungkin mulai berpikir bahwa tidak hanya India, Timur Tengah, Amerika Serikat yang bisa menampung para pemain yang pernah gemilang di daratan Eropa. Ini diharapkan menjadi magnet bagi nama-nama besar lainnya untuk berkiprah di Indonesia.
Tak elak, pengalaman mengecap bermain di liga-liga dan tim-tim besar Eropa seperti Chelsea, Real Madrid, AC Milan dan Lyon membuat pecinta sepak bola tanah air penasaran dengan Essien. Tentunya, rasa ingin tahu selanjutnya adalah performa Essien di stadion-stadion di mana Persib akan berlaga. Lalu, kita akan menyaksikan para pemain Indonesia yang menghadapi kualitas seorang Essien sebagai seorang pemain yang mempunyai jam terbang tinggi. Kita bersyukur kalau para pemain Indonesia ikut belajar dari Essien. Untuk sementara ini, publik sepak bola tanah air masih penasaran tentang Essien yang akan bermain di rumput negara tropis, Indonesia.
Di balik rasa penasaran publik sepak bola tanah air, satu pertanyaan muncul, berapa sih usia Michael Essien sekarang?
Terlahir di Accra, Ghana pada tanggal 3 Desember 1982, Essien sedang menuju usia 35 tahun. Berposisi sebagai gelandang, usia Essien terbilang masih mumpuni untuk melakonkan laga di lapangan hijau. Namun di balik itu, usia-usia seperti Essien juga adalah usia menuju masa senja berkarir di lapangan sepak bola. Sangat langkah kita menemukan pemain sepak bola yang terus mempertahankan performa di lapangan hijau dengan usia-usia 35 tahun ke atas.
Memang mereka ada, tetapi pada umumnya mereka tidak terlalu bermain penuh atau mempunyai peforma seperti saat mereka bermain di usia muda. Karenanya, penasaran tentang seorang Essien yang bermain di klub-klub besar bisa luntur. Essien yang datang ke Indonesia bukanlah “Essien muda” seperti saat bermain di Chelsea dan Real Madrid.
Pada titik ini, kedatangan Essien menjadi catatan penting bagi Liga Indonesia. Betapa tidak, Liga Indonesia hanya mampu mendatangkan pemain yang sudah hampir mendekati usia pensiun. Tentunya, publik sepak bola tidak semuanya setuju kalau para pemain yang datang ke Liga Indonesia adalah para pemain-pemain yang mendekati usia pensiun. Dan kalau itu terjadi, Liga Indonesia hanya akan menjadi liga untuk para pemain pra-pensiunan. Memang ada keuntungan positifnya. Tetapi ketidakuntungannya adalah talenta-talenta di dalam negeri. Mereka bersaing dengan para pemain-pemain tua untuk berkompetesi di liga sendiri.
Kita tidak boleh membandingkan Major League Soccer (MLS) di Amerika Serikat. Exodus para pemain tua ke negeri Paman Sam ini lebih dikarenakan aspek promosi sepak bola di negara itu. David Beckam, David Villa, Frank Lampard, Andrea Pirlo adalah beberapa nama yang datang ke AS. Selain membagi talenta yang mereka miliki, mereka dipandang sebagai magnet jual untuk perkembangan sepak bola di AS. Toh, pada kenyataannya, tim sepak bola AS tidak terpengaruh oleh exodus para pemain gaek ini. Mereka masih secara regular berkompetesi di tingkat Internasional.
Sementara di negara kita, sepak bola adalah olahraga yang paling dicintai. Kecintaan kita ditunjukkan lewat dukungan terhadap tim nasional, jumlah suporter yang memadati stadion-stadion di tanah air, penyebaran informasi soal tim-tim sepak bola, pembentukan kelompok pecinta tim sepak bola tertentu dari Eropa dan lain sebagainya. Dengan kecintaan ini, Indonesia mempunyai potensi. Pertanyaan kuno yang kerap muncul adalah bagaimana memaksimalkan potensi itu? Apakah kehadiran nama besar seperti Michael Essien bisa meningkatkan potensi yang ada di negara kita?
Mungkin kita bisa melihat dari Cina dengan Chinese Super League (CSL). Cina mungkin mempunyai mimpi menjadi salah satu liga besar di dunia. Dan bukan tidak mungkin, dengan itu mereka juga bermimpi untuk menjadi negara pertama di Asia yang merengkuh piala dunia. Lihat saja, exodus nama-nama besar dari Eropa. Mereka bukanlah para pemain yang bermain di saat-saat menjelang pensiun. Mereka adalah para pemain yang prospek di daratan Eropa namun memilih untuk berkarir di Cina.
Beberapa nama pemain top yang masuk Liga Cina seperti Oscar dari Chelsea, Jackson Martinez dari Atletico Madrid, Ramires dari Chelsea, Hulk dari Zenit Saint Petersburt, Rusia dan beberapa nama lainnya. Di jajaran kursi pelatih, Cina berinvestasi dengan mendatangkan nama-nama besar seperti Villas Boas dan Luiz Felipe Scolari. Melihat nama-nama beken ini, sebenarnya Cina mempunyai visi. Visi itu bisa berupa kemajuan sepak bola Cina, perkembangan talenta lokal dan ambisi meraih prestasi di ajang internasional bagi tim nasional Cina. Yah, dengan kekuatan kapitalnya klub-klub Cina berhasil menggaek talenta-talenta muda dari liga-liga Eropa.
Dengan keberaniannya ini, Cina tidak hanya menunjukkan kemampuan ekonominya bagi dunia sepak bola. Tetapi mereka juga mau menunjukkan kalau sepak bola Cina berambisi untuk bisa sejajar dengan liga-liga Eropa. Mereka memilih pemain-pemain yang masih fresh dan ini bisa menjadi media pembelajaran bagi sepak bola Cina.