Musim La Liga Spanyol 2016/2017 belum berakhir. Titel juara masih terbuka lebar, terutama bagi tiga tim Barcelona, Sevilla dan Real Madrid. Kemenangan telak Barca atas Sporting Gijon dan hasil seri yang dialami El Real sedikit mengubah peta persaingan La Liga hingga pekan ke 25. El Real mesti merelakan posisi pertama kepada rival abadi, Barca dengan selisi 1 angka. Meski El Real mempunyai keuntungan 1 pertandingan, yang jelas tekanan perlahan mengarah ke Santiago Bernabeu. Pekan-pekan ke depan La Liga akan berasa final bagi Barca, Sevilla dan El Real.
Kemenangan besar Barca di hadapan publiknya sendiri diiringi dengan keputusan sang manajer, Luis Enrique. Dalam konferensi pers selepas pertandingan melawan Sporting Gijon, Luis Enrique menyatakan kalau dia tidak akan meneruskan jabatannya sebagai pelatih Barcelona di musim yang akan datang. Alasan “beristirahat” dari dunia kepelatihan menjadi dalil sang pelatih. Rupanya Enrique ingin mengikuti jejak Pep Guardiola, sang mantan pelatih Barca, yang beberapa tahun lalu juga memutuskan beristirahat selama setahun dari dunia sepak bola.
Pertanyaannya, apakah keputusan sang manager sudah tepat? Musim belum berakhir. Piala masih berada di atas awan. Barca sendiri masih berada di trek yang benar sebagai salah satu kandidat kuat perengkuh trofi terutama trofi La Liga dan Coppa del Rey. Mereka hanya cacat di Liga Champions di babak 16 besar. Kekalahan telak dari PSG (4-0) di leg I menjadi misi yang cukup sulit untuk Barca di leg II di Camp Nou. Bila mereka menebus mission impossible di leg ke 2 Liga Champions di Camp Nou, bukan tidak mungkin peluang treble juga terbuka. Mencermati statistik ini, di atas kertas Luis Enrique masih layak untuk mendapuk jabatan manajer hingga musim depan.
Keputusan Luis Enrique pun mengakhiri spekulasi yang berkembang selama ini. Setelah menelan kekalahan di Parc des Princes, jabatan Enrique menjadi soroton. Ikut juga beredar berbagai nama yang bisa menggantikan posisinya. Yah, kekalahan di Paris dipandang sebagai akhir dari era Luis Enrique di Barca. Media dan publik sepak bola menilai Barca membutuhkan reformasi termasuk kursi pelatih bila ingin sukses.
Yah, Luis Enrique memang mempunyai pendekatan yang berbeda dari para pendahulunya. Bahkan gayanya sedikit menyimpang dari kultur dan gaya permainan klub. Dia lebih mementingkan permainan serangan balik (counter attack) dengan memanfaatkan trio maut MSN (Messi-Suarez-Neymar) dan mengurangi peran kreatif dan ciamik para gelandang tengah. Karenanya, Enrique condong memilih para gelandang yang lebih mengandalkan fisik dan cenderung bermain pragmatis. Namun akhir-akhir ini metodenya sedikit cacat. Para gelandang ala Enrique kurang greget menopang kerja MSN. Banyak orang menilai kalau kekalahan dari PSG disebabkan oleh peran lini tengah yang tumpul.
Juga, kadang Enrique berani mengambil keputusan yang tidak populer bagi klub. Contohnya, keberaniannya untuk mempertahankan Sergio Roberto sebagai bek kanan. Awalnya peran ini sukses, namun perlahan keputusan ini menjadi salah batu sandungan bagi tim. Terlebih lagi, keraguan tim untuk merekrut bek kanan mumpuni di bursa transfer karena terlalu mengandalkan Sergio Roberto. Situasi semakin sulit saat Aleix Vidal mesti menepi hingga akhir musim.
Salah satu yang mencolok dari kebijakan Luis Enrique adalah minimnya peran alumnus La Masia di tim. Beberapa nama yang menjanjikan dari akademi mesti keluar dan dipinjamkan. Sebut saja, Munir El Haddadi yang harus dipinjamkan ke Valencia dan Sergi Samper salah satu calon gelandang masa depan yang dipinjamkan ke Granda FC. Sebaliknya sang pelatih condong memilih nama-nama lain dari klub lain, seperti Ivan Rakitic, Arda Turan, dan A. Vidal. Musim ini menjadi salah satu keputusan keliru sang manajer. Dia nekat membawa Andre Gomez dan Paco Alcazer dengan nilai transfer yang cukup tinggi. Namun melihat sumbangsih mereka yang minim hingga saat ini, mereka pun masuk dalam pembelian yang gagal dari sang manajer.
Meski demikian, dengan ide, keputusan dan taktinya selama tiga tahun (2014-2017) melatih Barca, Luis Enrique berhasil mempersembahkan 10 gelar. Pencapaian yang luar biasa untuk pelatih yang hanya melatih Barca selama 3 tahun. Dia pun pantas disejajarkan dengan pendahulunya Pep Guardiola yang meraih 14 gelar selama melatih Barca.
Mencermati pencapaian ini, Barca mempunyai tanggung jawab untuk mencari penerus sang pelatih. Sudah menjadi rahasia umum kalau menjadi pelatih Barca bukan hanya seorang yang mempunyai nama besar di jagad sepak bola. Lebih dari itu, dia harus tahu filosofi dan sistim dari tim itu sendiri. Ini adalah tugas besar untuk klub dalam mencari suksesor dari Luis Enrique. Jangan sampai nanti pelatih yang meneruskan jabatan baru akan hidup di bawah bayang-bayang kesuksesan dari pelatih lama. Pelatih baru mesti mempunyai karakternya sendiri dalam dengan itu dia membantu tim merebut juara.
Keputusan Luis Enrique juga menyisahkan pekerjaan rumah yang paling besar. Musim ini gelar belum masuk ke lemari klub. Tentunya, Barca tidak ingin mengakhiri musim ini dengan tangan hampa. Peluang untuk mendapatkan gelar sudah ada, tinggal konsistensi dan mentalitas Barca dalam merengkuh gelar-gelar itu. Sekarang ini, mereka ada di final Coppa del Rey dan untuk sementara memimpin klasemen La Liga Spanyol. Keputusan sang pelatih untuk meninggalkan klub tidak boleh mempengaruhi pikiran dan mentalitas tim. Sebaliknya, ini bisa menjadi pemompa semangat tim. Kalau boleh, gelar-gelar yang diraih musim ini dipersembahkan untuk sang pelatih yang sudah berjasa.
Apa pun pengaruh dari keputusan Luis Enrique, dia adalah bagian dari sejarah Barcelona. Dulu sebagai pemain dia telah menciptakan sejarahnya di Barca. Sekarang, dia menciptakan sejarahnya sebagai salah satu pelatih sukses tim Catalan, Barcelona. ***