Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tidak Perlu Malu Hidup dengan Gaya Hidup "Loud Budgeting"

1 Oktober 2024   17:18 Diperbarui: 3 Oktober 2024   17:44 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Loud Budgeting. Foto: Freepik/Rawpixel.com via Kompas.com

Makanya ketika yang mengorganisir kegiatan tersebut bertanya alasan saya tak ikut, saya menyampaikan bahwa saya tak memiliki anggaran seperti yang telah diperkirakan untuk kepentingan piknik tersebut.

Sudah beberapa kali saya lakukan hal tersebut. Termasuk di tempat kerja ketika menghadapi teman kerja dan bawahan.

Ketika teman kerja dan bawahan meminta anggaran tertentu, pertimbangan paling pertama adalah kesediaan anggaran dan sekaligus tujuan dari penggunaan anggaran yang diminta.

Kejujuran saya itu menyelamatkan dan mengamankan keuangan pribadi dan juga di tempat kerja. 

Paling tidak, saya bisa mengamankan keuangan demi kebutuhan yang lebih utama daripada memanfaatkan untuk hal-hal yang waktunya relatif singkat dan kadang nilainya tak bertahan lama.

Sikap saya itu ternyata bagian dari loud budgeting. Dalam mana, tak perlu malu untuk menyampaikan penolakan pada hal-hal tertentu apabila anggaran keuangan pribadi tak mencukupi dan memadai.

Hemat saya, sikap loud budgeting perlu dibangun agar menjaga kesehatan anggaran. Seperti yang saya sampaikan di atas, kita tidak perlu malu untuk jujur menyampaikan kondisi keuangan kita sekaligus

Daripada kita menghadapi ketimpangan finansial, lebih baik kita perlu jujur dengan kondisi finansial yang kita miliki.  

Kadang kala kita terjebak pada mentalitas gengsi. Mentalitas itu nampak mau menyamai kemampuan finansial orang lain, padahal kenyataannya tak bisa memenuhi seperti yang diharapkan. Akibatnya berutang guna menjawabi mentalitas gengsi tersebut.

Atau juga, kita terlalu melihat faktor kesenangan semata tetapi memaksakan kemampuan finansial yang kita miliki. 

Efeknya bisa berupa ketidakseimbangan antara hal-hal yang benar-benar sebagai kebutuhan dengan hal-hal yang memberikan kesenangan untuk sementara waktu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun