Dinamika politik yang menghiasi pemilihan kepala daerah di pelbagai daerah makin berwarna. Salah satu daerah yang menjadi perhatian adalah Jakarta.
Jakarta, yang meski sudah tak menjadi ibukota negara, tetap menjadi magnet politik nasional lantaran pergerakan politik dan ekonomi tanah air masih kuat berkisar di sana.Â
Tak elak, proses kontestasi pemilihan gubernur dan wakilnya tetap menjadi fokus publik nasional.
Terlebih lagi, nama-nama yang akan bertanding di Jakarta adalah sosok-sosok yang sudah dikenal luas dalam lingkup politik. Termasuk mantan gubernur periode terdahulu, yang juga masuk kontestasi pemilihan presiden 2024, Anies Baswedan.
Kehadiran Anies diwarnai dengan tarik ulur yang sepertinya penuh teka teki. Awalnya didukung oleh beberapa partai seperti Partai Nasdem, PKS dan PKB, namun kemudian partai-partai tersebut berbalik arah dan memutuskan untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus guna mendukung Ridwan Kamil dan Suswono sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta.
Kendati demikian, Anies tetap menjadi magnet dalam kontestasi di Jakarta. Namanya sudah popular. Hanya saja, Anies tak memiliki kendaraan politik yang stagnan.
Di lain pihak, Partai Indonesia Perjuangan (PDI-P) enggan ikut arus utama masuk koalisi KIM Plus. Situasi itu bermuara pada kedekatan antara Anies dan PDI-P.
Kedekatan itu seperti meruntuhkan relasi politik lama nan kelam yang penuh ketegangan, terlebih khusus saat Pilkada DKI Jakarta di mana Anies yang didukung oleh Gerindra dan koalisinya menang atas jagoan PDI-P, Ahok.
Hubungan Anies dan PDI-P jelang Pilkada Jakarta itu seperti mempertegas ungkapan bahwa dalam politik tak ada relasi yang kekal. Semuanya bergantung pada kepentingan politik.
Nama Anies pun makin mencuat sebagai nama yang akan diusung PDI-P dalam Pilkada di Jakarta. Mantan menteri Pendidikan itu disandingkan dengan mantan gubernur Banten, Rano Karno.