Ketika klub Liga Inggris, Chelsea mengontrak Frank Lampard sebagai pelatih interim menggantikan Graham Potter, tak sedikit yang terkejut. Pasalnya, Lampard pernah melatih Chelsea dan dia mengakhiri kariernya dengan cara dipecat.Â
Entah apa yang ada di benak pemilik baru, Todd Boehly yang mau kembali mengontrak Lampard. Yang pasti cara klub mencari pengganti Potter hanya menunjukkan titik lemah dalam mengatur klub.Â
Alhasil, di laga perdananya sebagai pelatih, Lampard langsung mendapat tantangan besar. Kalah dari Wolves 0-1.Â
Kekalahan ini makin membenamkan Chelsea. Kehadiran Lampard tak serta merta memberikan solusi instan atas persoalan yang sementara dihadapi The Blues, julukan Chelsea.Â
Dalam lagi ini, Lampard coba memainkan formasi menyerang dengan skema 4-3-3. Di lini depan, Lampard menempatkan trio Joao Felix dan Raheem Sterling yang mengapiti Kai Havertz di penyerang tengah.Â
Lalu, Enzo Fernandez lebih diberi kebebasan sebagai gelandang tengah yang bisa mengatur serangan dari belakang hingga menyisir bagian depan.Â
Langkah itu memang membuat Chelsea menguasai jalannya laga. Total 63 persen Chelsea mengontrol jalannya laga. Masalahnya, lini depan Chelsea begitu tumpul. Havertz gagal memainkan peran sebagai striker tunggal.Â
Salah satu letak kelemahan Chelsea adalah kontrol bola lebih berpatok di lini tengah tanpa segera menyortir umpan ke lini depan. Padahal, trio penyerang Chelsea terbilang mempunyai kecepatan yang mumpuni.Â
Masalah ini bukanlah hal baru. Lampard masih menghadapi masalah lama yang ditinggalkan Potter. Chelsea membutuhkan sosok striker yang bisa membuka ruang sekaligus bisa menjadi "pembunuh" berdarah dingin di depan gawang lawan. Hal itu tak dimiliki oleh Havertz, yang mana lebih cocok sebagai penyerang sayap.Â
Tantangan untuk Lampard adalah apakah dia mau memainkan Pierre-Emerick Aubameyang ataukah tetap membangkucadangkan pemain timnas Gabon itu.Â
Terlihat Lampard masih mengikuti jejak Potter untuk membangkucadangkan Aubameyang. Kalau ditimbang, Aubameyang sebenarnya sosok striker yang bisa membuka ruang untuk pemain lain sekaligus mempunyai insting terbaik dalam mencetak gol.Â
Persoalannya saat ini adalah soal kepercayaan diri. Aubameyang sudah lama ditepikan. Sangat sulit untuk mengembalikannya dalam kondisi terbaik.Â
Ditambah lagi dengan peran Enzo yang tak ditopangi oleh gelandang kreatif dan gelandang dari box to box. Rekan gelandang Enzo dalam laga kontra Wolves yakni Mateo Kovaciv dan Conor Gallagher bertipekan gelandang jangkar daripada gelandang serang yang bisa memberikan dan membuka peluang untuk pemain depan.Â
Karena itu, tak ayal Chelsea lebih banyak menguasai bola di lini tengah, namun tak getol memberikan umpan untuk lini depan.Â
Di sini, Lampard mempunyai tugas berat untuk meningkatkan efektivitas lini depan. Barangkali, Havertz, Sterling, dan Felix juga perlu mendapat sokongan dari lini tengah yang bisa memberikan umpan cepat serentak bisa ikut memberikan peluang.Â
Enzo masih kurang dalam sisi ini, di mana dia masih lebih bertipe gelandangan mengontrol permainan, daripada pemberi umpan terobos.Â
Kekalahan Chelsea cukup menyulitkan jalan Lampard sebagai pelatih interim Chelsea. Impian untuk memperbaiki reputasi terlihat seperti hal yang bisa dibayangkan oleh pelatih asal Inggris ini.Â
Erling Haaland Mengancam
Erling Haaland memulai debut manis setelah kembali dari cedera lebih dari dua pekan dengan mencetak dua gol dalam laga kontra Southampton. Haaland terus membuktikan kapasitasnya sebagai striker terproduktif di Liga Inggris sejauh ini.Â
Cedera sepertinya tak menjadi masalah untuk pemain asal Norwegia ini. Malahan, Haaland seperti memberikan pesan terselubung pada setiap tim yang akan dihadapi Manchester City hingga akhir musim.Â
Kemenangan Manchester City atas Southampton terus menempel Arsenal yang berada di puncak klasemen sementara Liga Inggris. Jarak kedua tim terpaut 5 poin saja. Tantangan untuk Arsenal adalah akhir pekan ini akan bermain kontra Liverpool.Â
Memang, Liverpool sementara dalam kondisi timpang. Namun, dari sisi sejarah dan tradisi, Liverpool bisa saja melukai Arsenal. Hal itu terbukti kalah Liverpool menggasak Manchester United yang sementara tampil on fire dan konsisten di Liga Inggris.Â
Makanya, Manchester City berharap besar pada hasil laga kontra Liverpool kontra Arsenal. Itu bisa mempengaruhi peta persaingan di Liga Inggris.
Manchester City berpeluang bisa meraih trebel pada musim ini. Selain masih bersaing dengan Arsenal di puncak klasemen Liga Inggris, Manchester City juga masih bermain di Piala FA dan Liga Champions Eropa.Â
Tengah pekan nanti, Manchester City akan menjamu Bayern Munchen pada babak perempat final Liga Champions Eropa. Laga ini terbilang sulit lantaran Muenchen mempunyai rekor mengagumkan di Liga Champions pada musim ini, di mana Muenchen masih menjadi tim yang belum terkalahkan.Â
Untuk itu, Pelatih Manchester City Pep Guardiola mesti putar otak meladeni permainan Muenchen. Muenchen bisa saja menjadi batu sandungan yang menghalangi ambisi Manchester City meraih trofi Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah klub yang berwarna biru langit ini.Â
Keuntungan Manchester City adalah kondisi skuad. Haaland sudah kembali bermain bersama tim. Pengalamannya pernah bermain di Bundesliga Jerman bersama Borussia Dortmund bisa menjadi salah satu ancaman untuk Muenchen.Â
Dua gol yang dilesakan Haaland sewaktu bermain kontra Southampton memberikan pesan sekaligus persiapan bermain kontra Muenchen. Terlebih lagi, Guardiola menarik Haaland di menit ke-69 sebagai cara untuk mengambil resiko dan tetap menjaga kondisi fisiknya.Â
Haaland bisa menjadi ancaman untuk tim mana saja, termasuk kontra Muenchen di pertengahan pekan depan dalam leg pertama perempat Liga Champions di Stadion Etihad. Efektivitas dan produktivitasnya bisa membuat permainan Manchester City makin berbahaya dan mengancam dominasi Muenchen.Â
Salam Bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H