Hingga saat ini, rivalitas Real Madrid dan Barcelona, El Clasico, menjadi magnet tersendiri bagi pecinta sepak bola untuk kompetesi La Liga Spanyol. Rasanya hambar apabila kedua tim ini dipisahkan dari La Liga Spanyol.
Pekan ini, kompetesi La Liga Spanyol kembali bergulir. Real Madrid dan Barcelon dipandang sebagai favorit kuat untuk menjadi juara musim 2022/23.
Sementara tim-tim lain, seperti Atletico Madrid dan Sevilla barangkali menjadi tim-tim pengganggu, tetapi tak mampu meruntuhkan secara total dominasi kedua tim. Â
Musim lalu, Sevilla dan Atletico sempat mengganggu. Akan tetapi, kedua tim ini cenderung "kehabisan energi" selepas pertengahan musim. Hal itu bisa dipengaruhi oleh kedalaman skuad yang tak mumpuni untuk menghadapi kompetesi selama semusim.Â
Rivalitas Barca dan Madrid ini dibarengi oleh kekuatan tim dan kedalaman skuad. Berbekal kekuatan finansial yang berada di atas rata-rata dari tim-tim La Liga lainnya, Real Madrid dan Barcelona kerap kali menjadi yang terdepan dalam membeli pemain yang berkualitas.
Tak ayal, kompetesi ini pun menjadi dominasi dua tim semata. Tim-tim lain hanya seperti kuda hitam yang mengganggu, tetapi tak kuat menggoncangkan dua tim ini.
Terbukti pada 10 musim terakhir. Hanya dua kali Atletico Madrid berhasil meruntuhkan dominasi dua tim ini, yakni musim 2013-14 dan musim 2020-21. Selebihnya, Barcelona (5 kali juara) dan Real Madrid (3 kali juara) saling berbagi tempat.
Ya, situasi La Liga sempat berubah ketika Atletico Madrid, terlebih di bawah era kepelatihan Diego Simeone, tampil garang di La Liga Spanyol.Â
Dalam karirnya sebagai pelatih, Simeone dua kali mengantarkan Atletico Madrid pada tangga juara La Liga Spanyol dan dua kali mengantarkan Atletico ke partai final Liga Champions.
Kelebihan Atletico tak selalu bersandar pada kekuatan tim, tetapi semangat yang disuntikan oleh Simeone. Pelatih asal Argentina bertipekan petarung, energetik, dan kadang tak segan memainkan "sepak bola negatif" dalam menghadapi tim-tim seperti Madrid dan Barca.