Beberapa pekan terakhir ini, kelangkahan minyak goreng menjadi salah satu topik yang ramai dibicarakan. Kelangkahan ini menjadi keluhan sekaligus keprihatinan banyak pihak.
Masyarakat umumnya mengeluh karena minyak goreng sudah menjadi tak terpisahkan atau bahan pokok yang harus berada di dapur. Umumnya, makanan produk Indonesia sudah melekat dengan minyak goreng.
Hemat saya, tips memasak di kelangkahan minyak goreng masih sulit diterapkan di tengah kebiasaan konsumsi minyak goreng. Harus butuh penyusian yang tak singkat.
Kondisi ini menjadi memprihatinkan ketika Indonesia yang termasuk salah satu negara penghasil kepala sawit terbesar namun mengalami kelangkahan minyak goreng. Idealnya, kebutuhan rakyat Indonesia, dalam hal ini minyak goreng perlu diutamakan daripada mementingkan pos-pos lain.
Ketika Indonesia sementara mengalami kelangkahan minyak goreng, negara Filipina sementara dihadapkan dengan situasi kenaikan bahan bakar minyak. Hampir tiap pekan harga bahan bakar bertambah naik.
Sejauh ini, dalil konflik Rusia dan Ukraina menjadi salah satu alasan di balik kenaikan harga BBM ini. Tak ayal, situasi ini menjadi tantangan yang sangat menyulitkan masyarakat.
Hampir tiap pekan, harga BBM naik. Kenaikannya cukup drastis.
Misalnya, di tempat saya bagian utara pulau Luzon, harga 1 liter bensin sudah mencapai 82 peso (apabila 1 peso sama dengan 250 maka harga bensin menjadi Rp.20.500 per liter). Kabarnya, harga bahan bakar akan terus melambung di pekan-pekan mendatang. Bisa diprediksi bisa berharga Rp 25.000 per liter.
Prediksi ini sontak saja membuat masyarakat panik. Banyak yang mulai mengisi drum sebagai langkah antisipasi. Juga, perjalanan makin terbatas. Banyak yang memilih untuk tinggal di rumah daripada keluar tanpa kebutuhan yang sangat penting. Â
Kenaikan harga bahan bakar ini menjadi salah satu tantangan tersendiri di Filipina. Tentu saja, di balik kenaikan harga bahan bakar ini, komoditi lain pun ikut naik.