Misalnya, tak boleh pegang phone atau pun tak mengijinkan pasangan untuk keluar rumah menghadiri kegiatan-kegiatan tertentu.
Lantas, bagaimana sikap menghadapi pasangan yang posesif. Sejauh ini, belum ada solusi yang tepat sasar. Umumnya, orang lebih memilih berpisah daripada tinggal dan bertahan pada situasi yang membuat situasi menjadi frustrasi.
Ya, kalau memang belum terikat oleh ikatan tertentu, misalnya perkawinan, berpisah bisa menjadi solusi. Terlebih lagi, jika relasi itu malah menimbulkan beban batin daripada menciptakan kedewasaan berpikir untuk menentukan arah relasi pada jalur yang tepat dan benar.
Memang, sulit untuk memilih berpisah, terlebih khusus dari sisi pasangan yang posesif. Kendati demikian, keputusan harus dibuat walaupun itu sangat sulit dan bisa memiliki dampak tertentu.
Lebih baik mengambil keputusan sedinih mungkin, daripada menyesal ketika sudah terikat oleh ikatan perkawinan dalam institusi agama tertentu. Pasalnya, keputusan berpisah akan terhalang oleh aturan-aturan yang mengikat. Proses perpisahan pun tak gampang.
Lantas, apabila sudah terikat dengan ikatan perkawinan dan berhadapan dengan pasangan yang posesif, seorang pasangan sebisa mungkin beradaptasi. Sikap diam dan mengalah mungkin perlu terbangun.
Bukan berarti kita melakukan pembiaran atas apa yang sementara terjadi. Atau juga, kita menjadi penurut.
Akan tetapi, kita tak boleh membalas api dengan api. Lebih baik mengikuti alur relasi yang terjadi, karena kelak hal itu bisa menjadi kebiasaan yang dihadapi dalam kehidupan setiap hari.
Ketika sudah mengenal dengan pasangan hidup, pada titik itu pula seorang pasangan bisa tahu bagaimana bersikap menghadapi karakternya. Persoalannya, ketika tak mengenal dengan baik pasangannya lewat relasi pacaran.
Memang sangat sulit untuk dipraktikan. Namun, hal itu tak mustahil terjadi.
Pada titik lain, relasi toxic dalam rupa keberadaan pasangan yang posesif bisa dicegah lewat kesadaran kedua belah pihak.