Pasalnya, timnya sudah dihantam dengan sangat menyakitkan hingga tersingkir dari Liga Champions, namun Lenglet masih bisa tersenyum lega.
Sikap Lenglet ini, pada satu sisi, menunjukkan keakraban dengan pemain asal Polandia itu. Namun, pada sisi lain, senyuman itu menunjukkan ketidakdekatan Lenglet dengan seragam Barca.
Boleh saja, Lenglet berseragam Barca, namun seragam itu tak merekat kuat pada semangat pemain. Seharusnya tersingkirnya Barca dari Liga Champions perlu disikapi dengan sikap yang sepantasnya.
Paling tidak, merasa bersatu dengan suporter yang kecewa hasil yang diraih. Tidak dilarang untuk tertawa ria, tetapi hal itu seyogianya terjadi pada momen yang tepat.
Sikap Lenglet itu pun menjadi bahan celaan. Di tengah tim sementara jatuh karena gagal di Liga Champions, dia malah tersenyum lepas. Apalagi dia menjadi salah satu bek yang dipercayakan Xavi dalam laga penting ini.
Situasi selepas tersingkirnya Barca di Liga Champions memang bermacam-macam. Yang pasti, situasi itu sementara membahasakan ruang ganti dan tim pada umumnya.
Pada tempat pertama, Xavi bukanlah solusi jangka pendek untuk kemunduran Barca saat ini. Barangkali Xavi lebih cocok sebagai solusi jangka panjang, apabila menimbang keberaniannya untuk memainkan dan mempercayakan para pemain muda.
Solusi paling pertama adalah mengembalikan mentalitas para pemain Barca pada level tertinggi. Muller sangat benar ketika menilai Barca tak mempunyai intensitas yang cocok saat bermain melawan tim kuat.
Sama halnya, ketika Barca bermain di Liga Eropa. Tanpa intensitas yang tinggi, peluang Barca menjadi juara bisa semakin tipis.
Pada titik ini, Xavi perlu mengembalikan intensitas permainan Barca. Mentalitas para pemain dipulihkan kembali. Para pemain yang memang mau bekerja keras untuk tim mesti dikedepankan. Dan, para pemain yang minim kontribusi mesti siap-siap dilege.
Pada tempat kedua, masa depan Barca berada pada jalur yang tepat ketika Gavi, Nico Gonzales, Pedri, dan Ansu Fati terus dimainkan.