Rappler, media yang dikomandoi oleh Ressa dituduh dalam penyalahgunaan pajak. Pemerintah menilai bahwa mereka mempunyai bukti untuk menjebloskan Ressa dan perusahan ke jalur hukum atas masalah pajak.
Tak hanya itu, di tahun 2018, Rappler juga dilarang untuk meliputi kegiatan-kegiatan kepresidenan. Alasannya, karena pihak kepresidenan sudah kehilangan kepercayaan kepada media yang dipimpin oleh Ressa ini (www.cnbc.com 8/10).
Kendati demikian, Ressa tetap bertahan di tengah pelbagai tekanan. Rappler tetap beroperasi, walau pelbagai tantangan tetap menghantui perjalanan media ini.
Ressa meraih hadiah nobel perdamaian karena advokasinya pada kebebasan berpendapat. Memanfaatkan media yang dimilikinya, dia ingin mencari kebenaran dari setiap kebijakan publik yang terjadi. Bahkan dia berani mengupas penyalahgunaan kekuasaan yang mengakibatkan nyawa yang tak berdosa menjadi korban.
Memang tak gampang untuk berbicara tentang kebenaran. Ressa bahkan pernah berhadapan hukum karena tuduhan pencemaran nama baik lewat media siber (kompas.com 15/6/20). Karena ini, Ressa yang berlaku sebagai CEO dan pemimpin redaksi Rappler mendapat tuntutan hukuman penjara.
Ini hanyalah salah satu tantangan dari pekerja media yang berani bersuara tentang kebenaran. Banyak pekerja media yang juga kehilangan nyawa mereka karena mereka berani untuk menginvestigasi persoalan hingga mencapai titik-titik kebenaran.
Raihan Ressa merupakan kebanggan bagi Filipina di tengah euforia menyambut pemilihan umum 2022 mendatang.
Penghargaan ini bahkan bisa mengingatkan rakyat Filipina untuk memilih sosok pemimpin yang pro kekebasan berpendapat daripada pemimpin yang takut pada kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H