Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Perjodohan, Antara Faktor Harta, Keluarga, dan Usia

21 Mei 2021   20:41 Diperbarui: 21 Mei 2021   21:02 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Flo Maderebner via Pexels.com

Realitas perjodohan masih terjadi hingga kini. Sangat sulit untuk dihilangkan dari kehidupan sosial. Bahkan, ada yang terjadi karena itu sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari konteks budaya tertentu. 

Paling tidak, ada 3 faktor yang saya jumpai bisa memungkinkan terjadinya perjodohan. Harta, Ikatan Keluarga, dan Usia. 

Pertama, Harta.

Tak sedikit orang yang terjebak dalam perjodohan karena faktor kekuasaan dan harta. Agar kekuasaan dan harta bisa diamankan, pilihan berjodoh menjadi salah satu jalan. 

Tentu saja, keluarga yang dipilih sebagai jodoh berasal dari tingkatan yang sama. Bukan sekadar pilih. Jika tujuannya untuk mengamankan usaha bisnis, paling kurang, keluarga yang dipilih juga berasal dari keluarga bisnis. Kekuatan bisnis pun mesti seimbang.

Bergabungnya dua kekuatan bisa memberikan satu kekuatan baru. Bahkan, ini bisa membangu satu kekuatan bisnis.    

Sementara itu, saat menikah dengan pihak lain, terlebih khusus dari strata yang berbeda, ada kecenderungan bahwa harta itu tidak menjadi aman dan berkembang. Ada kecemasan kalau pasangan yang berasal dari keluarga rendah hanya akan menjadi parasit atau bergantung.  

Ketika dijodohkan dengan orang yang berasal dari strata yang sama, ada tendensi harta dan kekuasaan menjadi aman. Bahkan harta yang dimiliki menjadi banyak karena merupakan gabungan dari dua keluarga yang berbeda. 

Begitu pula dengan faktor kekuasaan. Menikah dengan orang dari wilayah kekuasaan tertentu bisa memperluas ruang untuk berkuasa. Kalau untuk konteks politik, hal itu bisa membangun sayap untuk mendapatkan dukungan lebih. 

Kedua, Keluarga.

Ibu saya pernah dijodohkan dengan seorang guru yang bekerja di salah satu desa di Manggarai Barat, Flores. Saat itu masih tahun 1970-an. Alasan di balik perjodohan ini untuk menjaga relasi keluarga antara keluarga ibu saya dengan keluarga dari guru tersebut. 

Sebenarnya, rang yang dijodohkan dengan ibu kami masih mempunyai relasi keluarga dengan bapak dari ibu kami. Karena letak perbedaan jarak kampung yang cukup jauh, relasi keluarga juga menjadi jauh. Waktu itu masih butuh beberapa hari kalau mau melakukan perjalanan antara kampung. 

Oleh sebab itu, untuk menjaga relasi antara keluarga, perjodohan menjadi salah satu cara. Kalau ibu kami menikah dengan jodoh yang ditentukan itu, maka relasi keluarga tetap terjaga walau sudah berbeda jarak. 

Akan tetapi, perjodohan itu tidak jadi karena ibu kami lebih memilih ke kota untuk melanjutkan pendidikan SMP. Andaikata pilihan itu tidak dibuat, barangkali perjodohan itu tetap terjadi.  

Ternyata ibu saya tidak sendiri waktu itu. Beberapa anak perempuan dari kampung ibu saya juga dijodokan dengan beberapa laki-laki dari kampung yang sama. Para perempuan ini harus meninggalkan kampung halaman demi memenuhi aturan budaya. 

Kendati mereka tidak menyukai laki-laki yang dipilih, namun karena tuntutan adat dan keluarga, mereka harus menerima keputusan itu. 

Secara umum tidak ada masalah yang terjadi dari perjodohan ini. Barangkali karena aturan adat yang begitu ketat sehingga persoalan keluarga tidak terlalu terjadi. Pasalnya, masalah keluarga yang tercipta akan selalu berujung pada denda yang cukup besar untuk pihak yang menyebabkan terjadinya persoalan. 

Ketiga, Usia.

Usia kerap kali menjadi standar untuk menikah. Ketika seseorang sudah menginjak batas usia tertentu, dia sekiranya sudah menikah. Ketika melewati batas usia tersebut, dijodohkan menjadi salah satu pilihan yang dipandang sebagai solusi untuk menikah.

Kakak sepupu saya adalah salah satu contoh perjodohan karena faktor usia. Karena sibuk bekerja, dia nampaknya tidak peduli untuk menikah hingga usianya sudah melwati batas 30-an tahun.

Keluarga menjadi cemas. Kerap kali bertanya kapan menikah saat ada acara bersama. 

Hingga salah satu teman kerjanya coba menjodohkannya dengan seorang perempuan yang merupakan keluarga dari temannya itu. Tidak butuh waktu lama untuk pacaran. Mereka bertemu beberapa kali saja hingga mereka memutuskan untuk menikah. Saat ini, mereka sudah mempunyai 4 orang anak. Pernikahan mereka pun jauh dari konflik. 

Gegara usia, kakak sepupu saya memilih untuk dijodohkan. Kendati banyak diragukan oleh orang lain, namun perjodohan itu berjalan sukses. Ada kecocokan yang terbangun dalam relatif singkat sebelum menikah. 

Tiga faktor di atas kerap menjadi alasan seseorang masuk dunia perjodohan. Secara umum, tidak masalah ketika orang-orang dijodohkan. Pasalnya, banyak juga pasangan yang hidup bahagia dan harmonis walau dijodohkan. Jadinya, keharmonisan dan kelanggengan sebuah hubungan bisa disebabkan oleh relasi di antara kedua belah pihak, terutama setelah menikah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun