"Maaf lahir dan batin!"Â
Inilah ungkapan salam yang menggema di antara kita sepanjang hari Raya Idul Fitri, hari ini. Â
Ungkapan ini sekiranya bukan slogan dan pernyataan semata. Akan tetapi, itu seyogianya merupakan bahasa iman kita kepada Allah. Â
Dalam arti, ungkapan maaf itu terlahir dari dalam hati dan menandakan kemenangan diri. Kita memaafkan karena kita bebas dari luka batin. Kita memenangkan diri kita dengan melupakan segala hal yang telah membebankan hati dan pikiran kita.
Maka dari itu, mengungkapkan maaf bukanlah hal yang gampang. Memenangkan diri bukanlah langkah yang muda.
Kita membutuhkan keberanian untuk mengungkapkan maaf yang otentik. Juga, kita membutuhkan waktu untuk melupakan segala hal yang telah menyebabkan kita terluka. Apalagi kalau luka batin yang sangat sensitif. Â
Banyak kali saya berjumpa dengan orang yang sulit menyatakan maaf. Atau, mereka memaafkan, tetapi itu hanya ungkapan bibir. Salah satu sebabnya adalah luka batin yang sangat mendalam.
Paman saya sampai saat ini sangat sulit menerima maaf dari orang-orang yang berasal dari orang-orang kampung tetangganya. Sebabnya karena perang tanding yang memperebutkan tanah di tahun 90-an. Sebagian besar tanahnya dijarah.
Setelah perang tanding, pemerintah coba mendamaikan kedua belah kampung. Proses damai terjadi. Akan tetapi, sampai sekarang paman saya sulit memaafkan orang-orang dari kampung tetangganya.
Ini artinya masih ada luka batin yang berdiam di dalam dirinya. Barangkali dalam proses damai tidak menyentuh sama sekali luka batinnya.
Di balik pengalaman paman ini, satu hal yang pasti bahwa memaafkan merupakan sebuah proses panjang. Barangkali untuk hal-hal sederhana, kita gampang memaafkan. Semudah kita berkata-kata.
Namun, ketika persoalan besar dan sensitif yang menyentuh aspek terdalam dari diri kita, kita akan sulit untuk menyampaikan permohonan maaf kita. Biasanya ada luka batin yang bermuara pada rasa marah, kecewa, dan dendam.
Kendati memaafkan adalah hal yang sulit, namun hal itu bukanlah mustahil. Kita bisa memaafkan. Karenanya, kita perlu tahu bagaimana kita memaafkan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!