Salah seorang saudara sepupu saya memutuskan untuk tidak melanjutkan ke bangku kuliah setelah tamat SMA. Dia memilih menekuni dunia fotografer. Kebetulan ayahnya juga seorang fotografer yang sudah dikenal di kota kami.
Sepupu saya mempunyai pertimbangan tersendiri. Menurutnya, dia ingin mulai fokus pada minat sekaligus bisnisnya dalam dunia fotografer sedini mungkin. Targetnya, setelah 4-5 tahun, usahanya sudah berkembang. Paling tidak, dia sudah mempunyai usaha sendiri yang berpisah dengan bisnis ayahnya.
Barangkali, pilihan sepupu saya itu membingungkan banyak pihak. Orangtuanya juga tak bisa berkata banyak. Dipaksa untuk pergi kuliah, dia bisa saja tidak akan serius dengan kuliahnya. Padahal, secara finansial orangtuanya punya kemampuan ekonomi yang cukup.
Baca Juga: Agar Tak Terbebankan Jika Gagal Raih Target Hidup
Banyak orangtua yang berhadapan dengan perbedaan target hidup mereka dengan anak sendiri. Tak sedikit yang bingung dan tak sedikit pula orangtua yang tak yakin dengan target hidup yang dipilih oleh anak mereka.
Dua sikap yang perlu dimiliki oleh orangtua saat anak mengungkapkan target hidupnya. Apalagi target hidup yang berseberangan dengan pikiran orangtua.
Pertama, Lebih Baik Mendukung daripada Menekan.
Target hidup selalu berbicara tentang masa depan seseorang. Masa depan selalu mensyaratkan tanggung jawab pribadi.
Setiap orang mempunyai tanggung jawab dalam menentukan dan mengarahkan masa depannya. Membuat target hidup adalah salah satu cara agar masa depan seseorang bisa menyenangkan.
Seorang anak bisa saja mempunyai target hidup mereka sejak usia dini. Pada tempat lain, orangtua pun mempunyai target hidup tersendiri untuk anak mereka.
Misalnya, seorang anak dimasukan ke sekolah tertentu karena orangtua mempunyai target kalau setelah tamat dari sekolah itu, anaknya bisa mengambil profesi tertentu.