Berpacaran adalah bagian dari realitas relasi sosial. Ini bisa menyangkut siapa saja dan pada tempo tertentu. Biasanya, sewaktu memasuki masa puber, mulai muncul ketertarikan kepada lawan jenis hingga berujung pada upaya untuk menjadikan orang yang dinaksir sebagai pacar.
Akan tetapi, tak sedikit orangtua yang gampang menerima begitu saja saat anak mereka mempunyai pacar. Apalagi kalau berpacaran sewaktu masih berada di bangku sekolah. Satu-satunya alasan adalah soal belajar. Cari ilmu dulu, baru kemudian cari pendamping hidup.
Alasan yang sangat tepat. Namun, soal perasaan seorang anak kerap kali sulit terkontrol. Karenanya, tidak sedikit orang yang menyembunyikan berpacaran dari orangtua. Main belakang. Apalagi di tengah perkembangan phone saat ini. Relasi menjadi gampang diatur di belakang layar orangtua.
Menyembunyikan pacar di belakang orangtua bisa mengandung resiko tertentu. Barangkali orangtua merasa biasa-biasa saja dengan anak mereka yang berada di masa puber.Â
Pasalnya, tidak mempunyai pacar dan gampang untuk diarahkan untuk fokus pada belajar. Namun, tak disangka kalau di belakang mereka, ternyata anak mereka mempunyai pacar.
Seorang anak (sebut saja Dian) tinggal di sekolah berasrama. Tempatnya bersekolah terbilang berkualitas. Salah satu favorit banyak orang.
Bagi orangtua Dian, dia ditempatkan di sekolah berasrama itu agar menghindarinya dari pertemuannya dengan pacarnya di bangku SMP. Daripada relasi itu terus terjalin, lebih baik Dian dikirim ke sekolah berasrama. Jadinya, tidak gampang bertemu. Apalagi sekolah berasrama itu berada di luar kota.
Orangtua Dian merasa aman. Situasi terkontrol. Namun, mereka begitu terkejut ketika sebelum memasuki kelas 3 SMA, Dian berbadan dua. Rupanya, upaya untuk mengkungkung Dian dengan ditempatkan di sekolah berasrama tidak menyelesaikan persoalan. Malah, itu menambah persoalan baru.
Alih-alih ingin mengontrol pergerakan anak, malah perasaan anak yang sangat sulit terkontrol. Ternyata berada jauh dari orangtua lebih memberikan ruang untuk berpacaran.
Berbeda dengan kisah dari anak teman saya. Sebut saja nama anaknya Rini. Sewaktu Rini masih berada di SMA, dia sudah mempunyai pacar. Menariknya, orangtua Rini terbuka atas hal itu.
Berkali-kali pacarnya datang ke rumah. Karena ini, pacarnya menjadi dekat dengan orangtua Rini. Bahkan mereka terus menjalin relasi hingga di bangku kuliah. Keterbukaan orangtua ini menjadi cara untuk mengontrol anaknya dalam berelasi.