Manchester City berhasil mengalahkan West Ham (2-1) dalam lanjutan kompetesi Liga Inggris. West Ham bukanlah tim kacangan. Di bawah asuhan David Moyes, West Ham telah menjadi salah satu tim pesaing di empat besar Liga inggris. Makanya, kemenangan Man City menguatkan posisi Man City sebagai pemuncak klasemen, tetapi sebagai calon penguasa terkuat di Liga Inggris pada musim ini.
Kemenangan kontra West Ham menambah rekor kemenangan Man City. 20 kemenangan di semua kompetesi. West Ham menjadi korban ke-20 Man City pada musim ini. Rekor ini menempatkan Man City sebagai satu-satunya tim di Inggris yang bisa meraihnya. Atas rekor itu, pelatih tim, Pep Guardiola menilai kalau rekor itu adalah salah satu pencapian terbesar di dalam karirnya sebagai pelatih (BBC.com 28/2/21)
Rekor tidak menjadi standar utama untuk meraih gelar di akhir musim. Itu hanyalah catatan positif yang menunjukkan perkembangan klub. Kalau memang meraih gelar di akhir musim, hal itu bukanlah semata-mata karena rekor yang telah tercatat. Akan tetapi, itu merupakan hasil dari upaya mengumpulkan poin demi poin dari setiap pertandingan yang dilakonkan. Pada saat sebuah tim mendapatkan poin, pada saat itu pula tim mengamankan tempat di klasemen hingga kelak menjadi juara.
Kalau di kompetesi seperti Liga Inggris, rekor kemenangan beruntun bisa berdampak sangat besar. Paling tidak, itu bisa diukur dari akumulasi poin yang diraih lewat kemenangan tersebut. Namun, situasi menjadi berbeda pada kompetesi ynag menerapkan aturan laga hidup-mati seperti di Liga Champions dan di Piala FA.
Pada dua kompetesi ini, tim harus mencatatkan kemenangan. Kemenangan menjadi harga mutlak. Kalau pun hasil seri, raihan jumlah gol juga sangat menentukan. Menang atau kalah di leg pertama tidak menjadi tolok ukur utama. Sebuah tim harus memberikan penampilan yang terbaik di dua leg pertemuan. Kalau tidak, tim itu akan tersingkir. Dengan ini, rekor kemenangan beruntun hanyalah poin tambahan dari upaya sebuah tim untuk meraih poin dan lolos dari babak kualifikasi.
Tentu saja, anak-anak asuh dari Pep Guardiola tidak mengfokuskan diri para rekor kemenangan yang telah tercapai. Tak elak, fokus meraih rekor kemenangan semata bisa menghadirkan beban di tubuh tim. Beban itu tercipta karena memikirkan rekor semata-mata, dan bukannya trofi dari setiap laga yang dilakonkan. Kalau bermain demi meraih trofi, tim pasti tampil optimal karena hanya berpikir target akhir yakni trofi. Target meraih trofi ini pun bisa menghasilkan rekor sebagaimana yang sementara dicapai oleh Man City pada saat ini.
Saya kira rekor yang diraih oleh Man City merupakan bagian dari target yang ingin diraih yakni trofi. Paling tidak, ada empat trofi yang berpeluang berada di tangan Man City pada musim ini.
Liga Inggris terlihat sudah semakin jelas berada di tangan anak-anak asuh Pep Guardiola. Piala Carabao hanya menanti laga final kontra Tottenham pada 25 April mendatang. Sementara itu, Man City masih tampil positif di lanjutan perempat final kontra Everton Piala FA, dan lanjutan leg ke-2 di Liga Champions kontra Borussia Monchengladbach yang mana Man City sudah unggul 2 gol di pertemuan pertama.
Menilik performa Man City pada musim ini, peluang meraih empat trofi terbuka lebar. Apalagi Man City ditopangi oleh kedalaman skuad yang cukup mumpuni. Kalau Man City sungguh-sungguh menargetkan empat trofi ini, raihan rekor hanyalah nilai tambahan. Namun, kalau tanpa meraih trofi yang ditargetkan, rekor yang diraih hanyalah catatan sejarah yang kadang diingat kalau ada yang mengulangi rekor yang sama, tetapi lebih sering tidak dipedulikan.
Man City berhasil meraih rekor kemenangan ke-20. Rekor yang luar biasa. Namun, rekor ini menjadi makin bermakna ketika Man City berhasil meraih trofi di akhir musim, terlebih khusus kalau Man City akhirnya berhasil meraih empat gelar semusim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H