Â
Dalam waktu hampir berdekatan, dua anggota kabinet Presiden Jokowi tersandung kasus korupsi. Menteri Perikanan dan Kelautan, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka kasus suap ekspor benih lobster pada 26 November. Menteri Sosial, Juliari Batubara dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan dana banson Covid-19 pada 4 Desember.Â
Dua kasus yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat ini bisa memukul reputasi pemerintah. Apalagi negara sementara berhadapan dengan pandemi korona. Pandemi korona sekiranya menjadi salah satu fokus serius pemerintah. Namun, fokus itu tercoreng oleh kenyataan penetapan status tersangka pada dua menteri.Â
Persoalan ini cukup disesalkan. Pejabat publik yang terlibat dalam kasus ini tidak menanggapi situasi krisis dengan kepekaan yang manusiawi. Laiknya seperti buta mata sekaligus buta hati.
Kasus korupsi yang melibatkan dua anggota kabinet Jokowi patut disikapi secara serius. Tidak bisa dipandang sebelah mata. Sikap tegas pemimpin tertinggi dinantikan agar luka yang sementara menganga tidak boleh ditambah dengan persoalan-persoalan baru.Â
Memang, di lain pihak penangkapan kedua anggota kabinet ini bisa menandakan keseriusan pemerintah untuk menanggulangi korupsi. Persoalannya, ketika kasus ini terjadi dari dalam tubuh pemerintah pusat sendiri. Terjadi dalam waktu yang relatif singkat.
Makanya, situasi ini menunjukkan kondisi di dalam organisasi pemerintahan. Masih ada anggota yang terjebak pada praktik yang sudah seharusnya menjauh dari tubuh pemerintahan.Â
Dengan kata lain, sampai saat ini Jokowi sendiri masih belum bisa membangun sistem yang bisa menjauhkan anggota kabinetnya terjebak pada kasus korupsi. Atau juga, ada sistem yang sudah lama mengakar yang bisa melapangkan praktik yang salah. Karenanya, perlu upaya yang cukup lama dan serius untuk memperbaharui dan sekaligus mengubah sistem tersebut. Â
Hemat saya, ini juga menunjukkan pada bagaimana Jokowi menempatkan anggota kabinet. Jokowi menempatkan orang yang salah pada tempat yang salah. Â
Penempatan seperti ini bisa terjadi karena faktor kepentingan tertentu. Seyogianya, ada sosok yang tepat untuk pos tertentu, tetapi karena faktor kepentingan politik, orang lain yang ditempatkan. Akibatnya bisa berupa melapangkan kepentingan pribadi dan kelompok, namun mengabikan kepentingan negara. Karena itu, ini menjadi catatan serius bagi Jokowi dan mengevaluasi anggota kabinetnya.
Penetapan status tersangka kepada dua orang menteri dari kabinet Jokowi-Maruf ini barangkali membawa pikiran pada kemarahan Jokowi pada beberapa bulan lalu. Kemarahan yang dilatari oleh kinerja kerja para menteri yang tidak optimal.Â