Film-film horor mempunyai konteks yang berbeda-beda. Itu bisa di desa, di rumah tua, di asrama, di kantor, dan lain sebagainya. Setiap konteks dibangun sedemikian agar aura keangkeran dari sebuah film bisa keluar.
Di Filipina, beberapa film horor menjadikan gereja dan biara sebagai latar belakang pengambilan film. Ini tidak lepas dari konteks masyarakat Filipina yang beragama Kristen Katolik. Gereja dan biara sangat lekat dengan kehidupan masyarakat setiap hari. Umumnya, yang dipilih adalah gereja dan biara yang terbilang antik dan tua.
Bahkan beberapa film horor menjadikan figur pemuka agama sebagai hantunya atau pun penyembuh orang yang kerasukan setan. Sebagaimana di beberapa film horor di Indonesia, ketika seseorang kerasukan setan, mereka akan memanggil pemuka agama untuk menyembuhkan yang kerasukan setan.
Pun beberapa film Hollywood menjadikan salah satu biarawati sebagai hantu. Contohnya, film yang berjudul The Nun yang keluar di tahun 2018.
Tidak sulit bagi pembuat film horor untuk menemukan gereja dan biara yang berusia tua di Filipina. Begitu banyak gereja dan biara yang sudah terbangun ratusan tahun. Dengan situasi seperti, pembuat film gampang menerapkan idenya ke dalam film horor.
Sebagaimana pengaruh film-film horor pada umumnya, begitu pula film-film horor yang dibuat di gereja dan biara. Tak sedikit orang yang menilai bahwa gereja dan biara tua melekat dengan hantu. Padahal, itu hanya tercipta di dalam film saja.
Begitu pula dengan pemahaman bahwa setiap pemuka agama bisa mengusir setan. Hanya karena melihat peran pemuka agama yang bisa mengusir setan di film horor, orang-orang pun berpikir bahwa semua pemuka agama bisa melakukan hal yang sama. Padahal, hanya beberapa pemuka agama saja, yang mempunyai karunia khusus. Â
Konteks di mana film-film horor terjadi kadang membentuk pola pikir yang salah. Gereja tua atau pun biara tua dipandang sebagai tempat hantu. Padahal tempat-tempat seperti ini terkenal sebagai tempat yang suci.
Tempat pertemuan umat dengan Tuhan. Juga, tempat masyarakat mewujudkan iman mereka. Jadinya, cenderung ada kontradiksi antara pola pikir dengan makna dari tempat-tempat itu.
Akan tetapi, karena pola pikir sudah terbentuk oleh konteks di dalam film-film horor, jadinya orang bisa saja mengasosiasikan kalau biara dan gereja tua sebagai tempat angker. Tempat yang ada hantunya. Padahal, itu hanya versi di dalam film horor semata.
Maka tidak heran, saat seorang tinggal di sebuah gereja tua, kesan yang selalu muncul adalah apakah melihat dan merasakan keberadaan sosok tak terlihat di tempat itu.