Guyonan memasukan gedung DPR pada situs jual beli online sedikitnya tidak menghargai. Ini menunjukkan bahwa pembuat guyonan hanya terkesan mencari sensasi dan ingin viral. Jadinya, guyonan itu berujung viral.
Bagaimana pun, gedung DPR adalah milik negara. Tidak sembarang diperjualbelikan. Ketika orang memasukan di situs online tanpa sepengetahuan negara, itu berarti ada sebuah pelecehan. Â
Hal yang sama jika terjadi pada barang kepunyaan pribadi, misalnya. Siapa pun pasti tersinggung. Misalnya, mobil atau motor pribadi kita dimasukan ke media online dan dijual tanpa sepengetahuan kita.
Barangkali pelajaran yang paling pertama adalah tahu menempatkan diri dalam melakukan guyonan. Tidak semua situasi dan obyek bisa dijadikan bahan guyonan. Dengan kata lain, kita perlu mengontrol diri.
Sebaliknya, kita perlu berusaha membuat guyonan yang memberikan poin positif kepada sesama. Orang terhibur dan sekaligus memetik poin positif dari guyonan tersebut. Dengan itu, kita mendapat dua nilai plus sekaligus, yakni menghibur dan mengajarkan poin positif.
Bahkan, dengan berguyon kita bisa menghadirkan catatan kritis. Barangkali guyonan itu mau memberikan catatan kritis. Akan tetapi, hal itu terkesan tidak benar. Dalam mana, kalau sebuah gedung negara dimasukan ke jual beli online, ini bisa berarti tidak ada penghargaan terhadap barang kepemilikan negara.
Seyogianya, kritik itu dilontarkan kepada para anggota DPR yang barangkali tidak menjalankan aspirasi rakyat. Kritik itu pun rasional dan berdasarkan data. Bukan sekadar asal semprot. Sama halnya dengan guyonan. Bukan sekadar asal menciptakan guyonan dan mengabaikan nilai posisifnya.
Dengan ini pula, kita juga perlu belajar dalam membuat guyonan yang berbobot dan kritis. Kita menciptakan sesuatu yang menghibur dan bernilai positif bagi sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H