Kalau kita memasuki media sosial, kita menemukan pelbagai warna guyonan. Guyonan itu mulai dari ruang umum hingga ruang privat. Pada umumnya, semuanya itu dibuat untuk mencari sensasi dan memberikan hiburan.
Akan tetapi, pada sisi lain guyonan juga perlu mempertimbangkan obyek dan isinya. Tidak sekedar dipajang untuk mencari sensasi semata. Paling tidak, setiap dampak dari guyonan yang dibuat perlu dipertimbangkan secara seksama matang.Â
Tujuannya, agar tidak ada orang yang tersakiti dan tersinggung. Juga, guyonan itu juga tidak merugikan pembuatnya. Sebaliknya, itu malah memberikan poin positif, termasuk catatan kritis bagi masyarakat.Â
Salah satunya tentang guyonan menjual gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di salah satu situs jual beli online. Pada tempat pertama, guyonan ini tidak terlalu lucu. Malahan, terlihat miris.
Bagaimana bisa sebuah gedung milik negara dan sekaligus kebanggaan bangsa diperlakukan seperti itu. Bagaimana pun, gedung DPR merupakan simbol dan representasi dari kehidupan demokrasi, walaupun pada faktanya kita berhadapan dengan situasi yang tidak diinginkan.
Misalnya, anggota DPR yang tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Atau juga, anggota DPR tidak bekerja seturut aspirasi rakyat. Pada situasi seperti ini, mereka yang perlu disoroti. Â
Atas peristiwa ini, beberapa pihak melihat hal ini sebagai guyonan yang tidak lucu. Melansir berita dari Kompas.com (7/10/12), Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar meminta pihak kepolisian untuk mengecek pembuat guyonan ini.
Lebih lanjut, Iskandar menyatakan bahwa gedung DPR adalah kepunyaan kementerian keuangan. Karena itu, pihak kementerian keuangan yang berhak untuk melaporkan hal tersebut. Sementara itu, dari pihak DPR, mereka tidak akan melaporkan guyonan itu ke pihak kepolisian.
Kalau sudah masuk ranah hukum, ini berarti pembuat guyonan harus siap menghadapi konsekuensi dari apa yang dilakukannya itu. Jadi, guyonan yang barangkali mau mencari sensasi berakhir berujung pada situasi yang memperihatinkan.
Tidak salah membuat guyonan. Akan tetapi, itu mesti dibuat pada waktu dan tempat yang tepat. Dalam arti, guyonan itu tidak membuat orang lain tersinggung, tidak merendahkan martabat sesama dan sebuah institusi, dan tidak menyebabkan kerusakan bagi diri sendiri.
Sebaliknya, guyonan perlu memberikan poin mendidik. Tidak sekadar mencari sensasi dan berbuah viral di tempat publik. Sebaliknya, lewat guyonan, banyak orang tergelitik dan tertawa, tetapi juga mereka bisa memetik poin positif dari guyonan tersebut.