Tidak gampang untuk memasuki konteks baru dengan cara hidup atau budaya tertentu. Perasaan terasing kerap mendominasi. Apalagi jika hidup yang kita hadapi itu sungguh berbeda dengan apa yang kita miliki.
Seorang teman bercerita saat dia memasuki sebuah komunitas baru. Dia masih membawa konsep dari daerahnya.
Di komunitas asalnya, etikat berpakaian sangat ditekankan saat makan bersama dengan orang lain. Paling tidak mengenakan baju yang pantas dan bercelana panjang. Tujuannya, supaya apa yang kita tampilkan tidak merusak pemandangan mata bagi orang lain. Â
Namun, di komunitas baru itu, dia menghadapi situasi yang berbeda. Dia mendapatkan jika pemimpin yang menyambut di komunitas itu hanya mengenakan celana pendek dan atasnya dengan kostum bola basket tanpa lengan. Sementara itu, dia berbajuk batik dan bercelana panjang.
Rasa kecewa, mungkin iya. Pasalnya, dia mau memberikan kesan terbaik, tetapi situasinya begitu berbeda.
Situasi itu juga membuat dia begitu shock. Di  komunitasnya terdahulu sudah diatur jika masuk kamar makan atau tempat publik untuk sebuah komunitas, paling tidak bercelana panjang dan berbaju yang pantas.
Dengan kata lain, perlu membedakan mana pakaian olahraga, pakaian tidur dan pakaian berada dengan orang lain di tempat umum.
Menurut teman ini, di komunitasnya dulu tidak baik mengenakan celana pendek dan berbaju tanpa lengan. Pasti orang tidak hanya menjauh, tetapi juga yang melakukannya akan dicela oleh anggota komunitas.
Teman ini boleh kecewa dan shock. Tetapi dia harus menyadari jika dia memasuki sebuah konteks baru dengan cara hidup yang baru.
Pada titik ini, dialah yang mesti menyesuaikan diri, dan bukannya memaksa mereka yang sudah lama tinggal di komunitas itu untuk mengikuti cara hidupnya.
Kalau dia memaksa situasi supaya berjalan seturut cara hidup dari tempatnya, muaranya bisa perdebatan atau konflik di antara satu sama lain.