Awalnya, sebuah relasi, perempuan dan laki-laki, terbangun atas dasar kasih di antara kedua belah pihak. Suka sama suka. Ini merupakan cerminan bahasa hati.
Kerap kali sulit membahasakan rasa kasih antara dua insan. Tidak bertemu dan bersentuhan, tetapi rasa itu begitu kuat. Umumnya, bahasa cinta itu menyata lewat kata-kata dan perbuatan.
Sebelum bersentuhan, pasangan sudah mempunyai rasa cinta antara satu sama lain. Sentuhan pun terlahir karena rasa cinta yang terbangun di dalam diri dua belah pihak. Bahkan sentuhan itu lebih dinilai sebagai penghormatan di antara satu sama lain, dan bukannya sentuhan yang hanya bermotif nafsu semata.
Tanpa rasa cinta itu, sentuhan bisa saja tidak terjadi. Itu bisa terjadi, tetapi pada level yang cukup formal. Misalnya, sebagai rekan dan teman. Sentuhannya juga tidak berlebihan. Mungkin sekadar berjabatan tangan.
Meski berjauhan, rasa cinta itu juga mengikat hingga memunculkan rasa rindu. Rindu biasanya terlahir karena ikatan cinta yang terbangun dalam diri setiap individu. Karena rasa rindu ini, pasangan perlu meluapkannya lewat saling mengunjungi atau bertukar kabar.
Dari sinilah kita bisa melihat dan menilik kualitas seorang sebagai pasangan bagi orang lain. Kualitas itu ditunjukkan lewat perasaan antara kedua belah pihak. Perasaan itu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Atau juga, kualitas seorang pasangan itu menyata lewat ekspresi perasaan hati yang bebas dari kepentingan dan keinginan sesaat. Ekspresi perasaan itu menyata dalam pelbagai bentuk. Bisa saja lewat komunikasi yang terus menerus, pemberian hadiah, perjumpaan di tempat-tempat tertentu hingga saling mengunjungi.
Kualitas pasangan pertama-tama bertolak dari ekspresi perasaan cinta antara dua orang laki-laki dan perempuan. Tentunya, perasaan itu terbangun lewat sebuah relasi.
Relasi itu bukan saja melibatkan hubungan intim (sex), tetapi relasi lewat pertukaran pandangan, ide, pemahaman, dan perasaan antara kedua belah pihak. Hubungan intim yang sekiranya terjadi pada level suami-istri hanyalah buah dari ekspresi perasaan kedua belah pihak.
Banyak yang mengatakan jika hubungan tanpa perasaan, hubungan itu bisa sekadar sebuah fungsi seperti atasan dan bawahan. Tetapi saat hubungan melibatkan perasaan, orang merasa memiliki di antara satu sama lain. Tidak ada yang mendominasi, tetapi ada penghargaan (respek) di antara kedua belah pihak, terutama respek pada kekurangan masing-masing pasangan, termasuk soal urusan privat di ranjang.
Kualitas seorang pasangan pun tidak terbatas pada salah satu aspek. Tidak saja pada aspek penampilan luar, kondisi fisik, dan performa di tempat tidur (hubungan intim). Pada saat menyempitkan kualitas pasangan pada aspek-aspek ini berarti mengurung seorang pasangan pada ruang sempit tertentu.
Menyempitkan kualitas pasangan dari faktor performa di tempat tidur sama halnya menyempitkan kualitas seorang pasangan. Bagaimana jika pasangan hidup itu tidak sesuai dengan standar tersebut? Apakah perceraian menjadi pilihan?
Hemat saya, mengukur kualitas seorang pasangan dari performa di ruang privat adalah sebuah pandangan yang sempit. Ada banyak hal yang bisa menjadi takaran kualitas bagi seorang pasangan. Bukan saja soal sex atau soal ranjang. Malahan, soal ranjang hanyalah salah satu dari sekian poin dalam mendukung keharmonisan sebuah pasangan.