Saya masih merekam gaya hidup beberapa teman yang biasa menghabisi akhir pekan berkunjung ke kos cewek. Malam Sabtu ataukah malam Minggu. Ataukah malam sebelum hari libur.
Untuk konteks seorang mahasiswa, gaya hidup ini tidaklah murah. Mulai dari penampilan harus diatur. Tentunya, perlu pakaian yang neces dan pewangi agar menopang penampilan itu. Cukup dimengerti jika ditimbang dari faktor usia.
Selain itu, untuk mencapai kos teman perempuan membutuhkan kendaraan. Tempat tinggal kami berada 9 km dari pusat kota. Maka harus carter kendaraan bermotor yang banyak disewakan oleh orang-orang yang tinggal di sekitar kos.
Waktu itu, sekitar tahun 2007-12. Biaya carter motor bisa 30.000 sampai 50.000. Belum lagi jika pemilik sepeda motor meminta untuk mengisi bensin full saat dikembalikan. Terbilang mahal untuk ukuran mahasiswa yang bersekolah di salah satu kabupaten kecil di Flores.
Tidak sampai di situ, pastinya juga untuk menaikkan gaya, maka dia harus membeli makanan ringan agar pembicaraan di kos semakin menyenangkan. Belum lagi ada anggaran untuk makan malam saat tiba di kos. Gengsi tidak mau jatuh.
Paling tidak, sekitar 50-an ribu uang yang bisa dikeluarkan. Andaikata gaya hidup ini dibuat setiap pekan, sekitar 200-an ribu yang dikeluarkan untuk sekadar bergaya di kos cewek.
Sementara itu, kiriman dari orangtua sangat terbatas. 1 juta sebulan terbilang banyak. Mungkin 400-600 ribu, dana yang diperlukan untuk semua anggaran selama sebulan. Konteksnya, salah satu kos di kabupaten Flores, yang mana waktu itu biaya kos masih terbilang murah.
Gaya hidup lebih dipengaruhi oleh keinginan. Keinginan untuk bergaul dengan teman-teman cewek. Apalagi jika teman-teman cewek itu seasal. Ini menjadi salah satu alasan untuk selalu berkunjung ke kos mereka.
Mungkin gaya hidup berkunjung ke kos cewek tidak terlalu menjamur saat ini. Smartphone menjadi medium yang gampang menjembatani relasi dengan orang lain. Mau berteman dan bertemu teman kos cewek bisa dijelajahi lewat media sosial. Kalau cocok, mungkin bisa bertemu. Jadinya, tidak perlu setiap waktu.
Yang mau ditekankan di sini adalah gaya hidup yang cenderung tidak berimbang dengan kemampuan finansial. Uang saku dari orangtua barangkali tidak seberapa. Tetapi, tingkat pengeluaran untuk pos-pos yang tidak penting atau untuk memenuhi ambisi gaya hidup terbilang besar.
Hal ini tidak saja terjadi di dalam konteks kehidupan seorang mahasiswa. Bahkan ini juga terjadi di dalam kehidupan seorang pribadi (single), sebuah keluarga dan komunitas.