Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Saudari dari Kim Jong Un Mengancam Korea Selatan, Alasannya?

4 Juni 2020   20:06 Diperbarui: 4 Juni 2020   20:10 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kim Jong Un bersama saudarinya, Kim Yo Jong. Sumber foto: The Guardian.com/Association Press (AP)

Kim Yo-jong, saudari dari pemimpin nomor satu Korea Utara, Kim Jong-un berpengaruh kuat di lingkup pemerintahan Korea Utara. Sewaktu spekulasi kematian Kim Jong-un menguat beberapa waktu lalu, nama Kim Yo-Jong juga ikut mencuat ke permukaan sebagai pengganti Kim Jong-un.

Tentunya, ada alasan menempatkan Kim Yo-jong sebagai kandidat kuat pemimpin Korea Utara. Besar kemungkinan, salah satunya, pengaruh dan peran yang dimainkannya di pemerintahan Korea Utara saat ini.

Kim Yo-jong dinilai sebagai orang kedua di tubuh partai. Dia menjadi tangan kanan dan orang terpercaya dari Kim Jung-un.

Suaranya dianggap sebagai representasi dari saudaranya. Bahkan Kim Yo-jong dipandang sebagai "alter ego" dari Kim Jong-un.

Apa yang keluar dari Kim Yo-jong, itulah yang juga dipikirkan oleh saudaranya, Kim Jong-un. Ataukah, apa yang terlontar dari Kim Jong-un, hal itu tidak lepas dari kontribusi sang saudari.

Suara Kim Yo-jong kembali mengencang ke ruang publik beberapa hari terakhir. Ya, Korea Utara tidak sekadar bersuara di ruang publik jika memang tidak ada hal yang perlu dikatakan.

Bandingkan saja saat spekulasi tentang kondisi Kim Jung-un mencuat. Korea Utara tampak bungkam. Tidak berbicara banyak. Tetapi jika mereka berbicara, tidak sedikit orang yang menilai itu sebagai info yang sangat penting.

Kali ini, suara Korea Utara muncul dari Kim Yo-jong. Kim Yo-jong memberikan peringatan yang bernuansa mengancam kepada saudaranya, Korea Selatan. Kim Yo-jong mengancam untuk mengakhiri kesepakatan dan relasi damai antara mereka dengan Korea Selatan.

Melansir berita dari the Guardian.com (4/6/2020), peringatan itu bermula dari selebaran-selebaran yang dikirim oleh para aktivis anti-Pyongyang dan mantan warga Korea Utara (pembelot) yang tinggal di Korea Selatan. Selebaran-selebaran berisi propoganda yang mendiskreditkan pemerintah Korea Utara.

Selebaran itu disebarkan melalui balon udara. Tidak tanggung-tanggung, ada sekitar 500.000 balon yang diterbangkan dari wilayah perbatasan Korea Selatan ke wilayah Korea Utara. Lewat balon-balon ini, selebaran-selebaran itu disembunyikan.

Kim Yo-jong meminta Korea Selatan untuk menghentikan penyebaran selebaran itu. Jika tidak itu bisa memicu konflik dan menghancurkan upaya rekonsiliasi yang sudah dibuat dan sementara dijaga di antara kedua belah pihak.

Selebaran itu sendiri bukan murni berasal dari pemerintah Korea Selatan. Itu dikirim oleh para pembelot dan kaum aktivis yang berkediaman di Korea Selatan.

Selebran itu berisi seruan tentang anti-Pyongyang. Mereka mengkritik pemerintah Korea Utara mengenai senjata nuklir serta berbicara tentang persoalan hak asasi manusia yang terjadi di Korea Utara.

Tidak sampai di situ, Kim Yo-jong juga mengancam jika pemerintah Korea Selatan tidak menghentikan upaya kaum aktivis, bisa saja persetujuan damai yang dibuat di tahun 2018 diakhiri. Ancaman yang cukup serius dan tidak boleh dipandang sebelah mata.

Pasalnya, dalam pertemuan antara kedua negara, keduanya menyatakan untuk menghentikan setiap aksi kekerasan yang melibatkan kedua belah pihak, termasuk penyampaian berita lewat loudspeaker dan penyebar selebaran yang bisa menimbulkan dan memperuncing konflik antara kedua belah pihak.

Selain ancaman membatalkan kesepakatan damai, Kim Yo-jung mengingatkan pemerintah Korea Selatan tetang proyek bersama di Kaesong. Wilayah ini terletak dekat perbatasan. 

Pihak Korea Utara berencana akan menarik pekerja mereka di area industri itu. Ada sekitar 10 ribu pekerja dari Korea Utara. Tempat itu juga difasilitasi lewat investasi dan teknolog dari Korea Selatan.

Kompleks industri itu dinilai sebagai upaya positif dalam membangun relasi damai antara kedua negara. Namun, sejak bulan Januari, kompleks itu ditutup untuk sementara karena persoalan pandemi korona.

Tentunya, persoalan agak rumit. Pasalnya, pengiriman leaflet ini melibatkan para mantan warga negara Korea Utara yang tinggal di Korea Selatan.

Di lain pihak, Kim Yo-Jong mengambil jalan yang cukup brilian. Dengan menembakkan isu kepada pemerintah Korea Selatan, persoalan bisa gampang terselesaikan. Pasalnya, sumber persoalan bermula dari teritori Korea Selatan.

Meskipun penyebaran selebaran itu tidak bersentuhan langsung dengan pemerintah Korea Selatan. Paling tidak, pemerintah Korea Selatan bisa menggunakan kewenanangannya untuk menindak aksi tersebut.

Saudari dari Kim Jung-un menilai penyebaran selebaran itu bisa mengganggu kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Ujung-ujungnya, upaya rekonsiliasi yang perlahan terbangun bisa berakhir hanya karena selebaran.

Terhadap para pembelot dari negaranya, Korea Utara, Kim Jung-yo menyebut mereka sebagai "rubbish-like mongrel dogs" (seperti sampah anjing kampung). Dia meminta Korea Selatan melakukan sebuah aksi tegas kepada pelaku, pembelot dari Korea Utara.

Bahkan dia meminta Korea Selatan untuk tidak menjadikan hak kebebasan berekspresi dalam membiarkan para aktivis dan pembelot ini beraksi (Inqurer. Net 4/6/2020).

Pemerintah Korea Selatan sendiri sudah mengingatkan untuk tidak mengirim selebaran. Persoalan yang bisa muncul adalah keamanan penduduk yang berada di wilayah dari mana balon-balon itu disebarkan.

Sebaliknya, para aktivis anti Korea Utara dan pembelot dari Korea Utara itu tidak memedulikan hal itu. Alasannya, mereka melihat itu sebagai bentuk kebebasan berpendapat.

Pada situasi seperti ini, buah dari rekonsiliasi membutuhkan proses. Ini bukan soal pembicaraan dan pertemuan antara kedua pemimpin.

Tetapi, sekiranya ini melibatkan setiap pihak, termasuk masyarakat pada level bawah, terutama sekali yang terluka karena persoalan kelam di masa silam atas relasi kedua belah pihak.

Semoga saja, selebaran-selebaran propoganda ini tidak mengakhiri upaya rekonsiliasi yang sementara terbangun di antara kedua negara.

Gobin Dd

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun