Seorang guru biasanya memberikan pelbagai macam tugas kepada peserta didik. Tugas-tugas itu bisa diselesaikan dalam kategori pribadi maupun dalam bentuk tugas kelompok.
Tugas pribadi tidak terlalu bermasalah. Mau atau tidak, seorang siswa harus mengerjakannya. Toh, tugas itu bukan untuk orang lain, tetapi untuk kepentingan diri sendiri.
Tugas kelompok berada pada level gampang dan susah. Ini menjadi gampang jika setiap anggota kelompok mempunyai semangat dan karakter untuk bekerja bersama dalam satu kelompok. Paling tidak, kelompok itu didominasi oleh karakter individu yang mau dan rela bekerja bersama.
Menjadi susah, saat sebuah kelompok terdiri dari individu-individu yang tidak berminat pada kerja kelompok. Lebih suka bekerja sendiri dan ada anggota yang cenderung memonopoli alur diskusi di dalam kelompok.
Selain itu, salah satu persoalan dalam kerja kelompok adalah mentalitas saling mengharapkan. Setiap individu mempunyai pikiran kalau ada anggota lain yang bekerja dan menyelesaikan pekerjaan demi kelompok. Persoalannya, ketika hal itu dipikirkan oleh semua anggota kelompok. Jadinya, pekerjaan tidak terselesaikan.
Sejatinya, intensi di balik pemberian tugas kelompok adalah membangun kerja sama. Kerja sama setiap anggota kelompok melahirkan sebuah hasil. Hasil kerja ini bukanlah produk satu orang, tetapi hasil konsensus bersama dari kelompok.Â
Namanya konsensus, setiap anggota kelompok menerima itu dan mengakuinya sebagai hasil kerja bersama.
Mentalitas saling mengharapkan ini juga kadang terjadi pada kehidupan sosial yang lebih luas. Ini terjadi saat anggota masyarakat cenderung saling mengharapkan dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan yang diperuntukkan untuk sebuah kelompok.
Tidak sedikit orang yang tidak terlibat dalam kerja bersama karena berharap kalau ada orang lain yang akan mengerjakannya.
Misalnya, kerja bakti di lingkungan. Ada orang yang tidak pergi dan terlibat kerja bakti tersebut karena berpikir bahwa pasti banyak orang yang pergi dan terlibat kerja bakti tersebut. Apalagi kalau kerja bakti untuk wilayah lingkungan yang luas.
Atau juga, dalam konteks pandemi virus korona saat ini. Pandemi ini semestinya menjadi krisis untuk semua dan terjadi dalam lingkup sosial tertentu. Pandemi ini menjadi tanggung jawab bersama. Tidak saja tanggung jawab segelintir orang.
Tetapi ini merupakan tanggung jawab satu kelompok, baik itu dalam rupa negara, provinsi, kabupaten, desa hingga keluarga. Setiap anggota yang berada dalam wilayah kelompok ini sekiranya berpartisipasi seturut kemampuan dan caranya sendiri.
Di hadapan persoalan bersama ini, tidak sedikit masyarakat yang hanya mengharapkan pemerintah tetapi tanpa aksi timbal balik.
Contohnya, individu yang mengharapkan pemerintah untuk berlaku cepat dan tepat selama pandemi. Tetapi dibalik itu, individu itu juga yang tidak disiplin mematuhi aturan. Atau, pemerintah yang berharap masyarakat taat aturan, tetapi pemerintah tidak bergerak cepat dalam membendung penyebaran virus corona. Â
Distribusi tugas, cara melawan mentalitas saling mengharapkan
Kerja kelompok selalu mensyaratkan keterlibatan semua individu dalam kelompok tersebut. Ada pelbagai cara yang bisa membuat orang bisa terlibat dalam kegiatan kelompok. Salah satunya melakukan distribusi tugas.
Contohnya, dalam konteks tugas sekolah yang terdiri dari enam orang. Setiap individu dalam kelompok itu diberikan tugas tertentu. Kemudian, masing-masing individu mempresentasikan hasil kerja pribadi itu kepada kelompok.
Anggota kelompok lain bertugas untuk mengkritisi dan menambah ide yang sudah dikerjakan oleh individu tertentu. Jadinya, itu tidak menjadi ide pribadi tetapi ide kelompok karena sudah ditempah lewat diskusi. Â Â
Kalau dalam konteks sosial yang lebih luas, distribusi untuk tugas kelompok bisa dibuatkan berdasarkan area, keahlian/keterampilan dan kemampuan setiap individu. Dengan ini, tidak semua individu terpusat pada satu sisi.
Sebaliknya individu-individu mesti dibagi seturut kemampuan. Dengan ini, pemimpin seyogianya tahu bagaimana memetakan masyarakat agar bisa menjalankan tugas secara efektif.
Distribusi tugas menjadi mungkin kalau ada kepercayaan pada anggota kelompok. Percaya bahwa anggota kelompok lain bisa menyelesaikan pekerjaan tertentu. Tanpa ada sikap percaya, kerja kelompok cenderung menjadi monopoli satu pihak.
Sadar akan Tanggung Jawab Masing-masing
Mentalitas saling mengharapkan juga bukan sikap yang tepat di tengah krisis pandemi korona. Malah ini bisa menjadi batu sandungan yang menjebak kita dan terus membenamkan kita pada krisis ini. Ujung-ujungnya, krisis ini sulit untuk diatasi dan diakhiri. Â
Krisis ini serupa dengan tugas kelompok. Kelompok dalam konteks negara. Karena krisis ini adalah tugas dan persoalan kelompok, maka setiap individu di dalam kelompok bertanggung jawab untuk memecahkan persoalan ini.
Bukan hanya masyarakat mengharapkan pemerintah. Masyarakat seyogianya sadar tanggung jawabnya. Tinggal di rumah dan menjauhi keramaian adalah salah satu sumbangan dan tanggung jawab masyarakat.
Begitu pun, pemerintah. Tidak cukup memberikan aturan dan arahan sembari berharap masyarakat taat pada aturan itu. Kontrol yang terus menerus menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melihat dan mengevaluasi kehidupan masyarakat.
Ya, mentalitas saling mengharapkan bukanlah solusi di tengah persoalan bersama. Malah itu bisa menjadi batu sandungan dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam kelompok masyarakat.
Yang diperlukan adalah kerja sama sebagai tim atau kelompok baik itu dalam konteks yang lebih luas maupun kecil.
Kita tidak perlu mengharapkan orang lain kalau kita bisa mengerjakan dan menyelesaikan tugas kita itu. Kalau kita bisa, semestinya kita melakukan tugas itu sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawab kita masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H