Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangankan Memikirkan Anggaran Keluarga, Pendapatan Saja Tidak Ada

29 Maret 2020   18:27 Diperbarui: 30 Maret 2020   13:04 2454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Bussiness Insider

Wabah virus Corona memaksa pemerintah untuk mengambil langkah meliburkan sekolah dan banyak institusi serta sektor kehidupan lainnya. Keputusan meliburkan pelbagai sektor kehidupan ini menghadirkan pelbagai dampak. Dampak itu bergantung pada sektor di mana seseorang berada.

Mungkin untuk sektor tertentu, waktu berlibur dan tinggal di rumah merupakan berkat dan keuntungan bagi mereka. Liburan itu bisa menjadi waktu berkualitas bersama keluarga. Waktu berlibur adalah kesempatan untuk istirahat dan rileks. Terlebih lagi kalau jarang mendapat waktu liburan karena tuntutan pekerjaan.

Mereka ini adalah orang-orang yang mempunyai pendapatan tetap. Berlibur atau tidak, pendapatan mereka tetap ada. Anggaran rumah tangga pun aman terkendali.

Salah satunya tetangga rumah saya di sini. Dia adalah seorang insinyur dan bekerja di salah satu perusahan minyak di Timur Tengah. Menariknya, dia mempunyai waktu 40 hari kerja dan 40 hari libur. Kalau berlibur, dia akan pulang ke Filipina selama 40 hari.

Walau konteksnya berlibur, dia tetap mendapat jaminan dari perusahannya. Bahkan segala anggaran perjalanan dan semua kebutuhan waktu liburan ditanggung oleh perusahannya itu. Dia ini adalah salah satu dari sekian orang yang tidak berdampak dengan keputusan untuk tinggal di rumah dan berlibur.

Di lain pihak, keputusan tinggal di rumah tanpa pekerjaan merupakan keputusan yang beresiko bagi mereka yang mempunyai pendapatan harian. Tanpa pekerjaan sehari, mereka tidak mempunyai pendapatan. Mereka ini bergantung pada hasil dari pekerjaan yang mereka lakonkan selama sehari.

Di tempat saya tinggal saat ini, banyak orang yang berprofesi sebagai pekerja bangunan. Umumnya, mereka digaji perhari dan itu pun bergantung keahlian mereka sebagai pekerja bangunan.

Ketika pemerintah memutuskan karantina pada level provinsi, para pekerja ini ikut berhenti bekerja. Mereka mesti dirumahkan hingga tanggal 14 April. Keputusan ini bisa berubah bergantung pada kondisi yang terjadi.

Dua Minggu berlalu. Beberapa pekerja bangunan ini sudah mulai mengeluh. Persediaan kebutuhan pokok di keluarga menipis. Bantuan dari pemerintah desa tidak mencukupi. Harapan terakhir adalah bantuan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat yang pernah dijanjikan. Sedang dinantikan hingga saat ini.

Secara umum, anggaran hidup mereka sudah bergantung pada pendapatan harian. Karena tuntutan situasi, mereka harus kehilangan pendapatan harian itu. Anggaran belanja pun tidak ada.

Berutang adalah solusi untuk sementara waktu. Tidak sedikit dari mereka yang mesti berutang agar bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Utang itu kelak dibayar saat situasi kembali normal atau mereka bisa kembali bekerja.

Para pekerja konstruksi ini adalah segelintir orang yang berharap dari pendapatan lewat kerja harian. Ada begitu banyak pekerja yang bergantung pada pendapatan harian atau pekerja musiman. Ketika mereka kehilangan pekerjaan karena situasi tertentu, mereka pun kehilangan pendapatan mereka.

Mereka inilah yang ikut merasakan dampak dari keputusan lockdown dan karantina total. Tidak masalah kalau pemerintah memberikan jaminan bagi mereka. Paling kurang mereka mendapat jaminan untuk kebutuhan hidup selama waktu karantina itu.

Tetapi kalau jaminan itu terbatas, rentetan persoalan lain bisa saja bermunculan. Ya, kebutuhan perut tidak boleh dipandang sebelah mata. Kebutuhan perut acap kali menjadi muara dari persoalan di tengah masyarakat.

Inilah hal yang perlu dipertimbangkan secara matang di tengah keputusan untuk melakukan karantina. Persoalan anggaran kebutuhan pokok dari masyarakat mesti sudah ditakar dengan baik agar tidak terjadinya protes dan persoalan lanjutan.  

Mungkin sebagian orang berpikir tentang membengkaknya anggaran selama masa liburan. Tetapi kita harus ingat, sebagian orang juga sedang berpikir tentang anggaran harian yang hilang bersama lenyapnya pekerjaan dan pendapatan harian mereka. 

Untuk saat ini mereka sedang berpikir bertahan hidup dalam situasi karantina dan tinggal di rumah.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun