Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Covid-19: Nikah Ditunda, Bukanlah Akhir dari Relasi tetapi Solusi Melindungi Banyak Orang

20 Maret 2020   12:04 Diperbarui: 20 Maret 2020   21:59 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Kompas.com

Dalam konteks Gereja Katolik, agama yang merupakan mayoritas di Filipina, mewajibkan setiap pasangan yang mau menikah untuk melaporkan diri sebulan sebelum tanggal pernikahan. Tujuannya agar mereka bisa mempersiapkan diri secara spiritual dan melengkapi dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pernikahan.  

Tidak sedikit pasangan yang sudah mulai melakukan proses pernikahan dua bulan sebelum tanggal pernikahan. Terlebih khusus bagi mereka yang tinggal di tempat jauh dan sibuk dengan pekerjaan mereka.

Contohnya, kalau ada pasangan yang menikah di bulan April, pasangan itu sudah melakukan proses pendaftaran di bulan Januari dan Februari. Mereka beralasan karena ketersediaan waktu untuk melakukan persiapan.

Tentunya perencanaan ini tidak hanya terjadi pada level institusi gereja. Keluarga kedua belah mempelai juga mempunyai persiapan tersendiri. Persiapan mereka bisa berupa materi, anggaran makanan, tempat resepsi, undangan dan lain sebagainya.

Namun tahun ini situasi berubah saat Virus Corona mewabah. Pemerintah memutuskan lockdown beberapa tempat di Filipina. Pelbagai acara yang berhubungan dengan keramaian dianjurkan untuk dibatalkan hingga masa karantina itu berakhir.

Keputusan ini ikut berdampak pada jadwal pernikahan. Mau tidak mau, rencana pernikahan mesti dibatalkan. Pasalnya, acara pernikahan melekat dengan keramaian.

Selain itu, pastinya kedua mempelai berpikir panjang untuk merayakan pernikahan di tengah situasi seperti itu. Di acara pernikahan, banyak orang ingin mengekspresikan kegembiraan. Tetapi kalau kegembiraan itu direngut oleh pembatasan-pembatasan tertentu, jadinya situasi dan acara pernikahan itu menjadi hambar.

Pembatalan jadwal nikah tidak boleh dilihat dari salah satu sudut pandang. Kita juga perlu melihat itu dari sudut pandang sesama (kepentingan umum) yang hadir dalam acara itu.

Pembatalan itu merupakan kontribusi kita dalam menjaga orang lain dari penyebaran Covid-19. Toh, pembatalan bukanlah akhir dari hubungan kedua mempelai.

Kalau pernikahan itu didasarkan pada cinta, pastinya hubungan itu tidak ditentukan oleh jadwal perayaan nikah. Pembatalan bukanlah akhir. Toh, waktu lain masih ada.

Sebaliknya, pembatalan itu sendiri sudah membantu orang lain tidak masuk dalam situasi sulit. Tidak bisa dibayangkan kalau kita "ngotot" membuat sebuah acara nikah, padahal salah satu anggota yang hadir acara itu sudah terjangkit Covid-19. Hal itu bisa merusak reputasi pemilik pesta dan menimbulkan kecemasan bagi banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun