Menariknya, nama "Tyson" diberikan oleh sang ayah karena terinspirasi oleh Mike Tyson. Bahkan ayahnya berharap kalau Tyson Fury bisa melampui kesuksesan Mike Tyson.
Karir Tyson Fury bermula saat dia memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah di usia 11 tahun. Di usia-usia sangat muda, dia sudah merasakan menjadi petinju amatir. Dari seorang petinju amatir hingga menjadi petinju pro pada usia 20 tahun.
Harapan sang ayah agar Tyson Fury menjadi petinju hebat saat dia berhasil mengalahkan Wladimir Klitschko pada tahun 2015. Namun pencapaian itu tidak dibarengi dengan cara hidupnya.
Harapan sang ayah seolah perlahan pupus saat Tyson Fury terjebak pada penggunaan kokaine dan alkohol. Hal ini menyebabkan berat badannya naik.
Ujung-ujungnya, Tyson Fury mengalami depresi hingga sempat memutuskan untuk mengakhiri dirinya sendiri. Dari titik tertinggi, Tysosn Fury "KO" karena cara hidup yang salah.
Meski demikian situasi ini tidak terus membenamkan Tyson Fury pada titik terendah. Sebuah pengalaman spiritual menghiasi kebangkitan Tyson Fury.
Menurutnya, dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan mengendari Ferrari F12. Namun di balik keinginannya itu, dia seolah mendengar suara yang mengatakan untuk tidak melakukan hal itu.
Dalam suara itu, Tyson Fury diingatkan untuk memikirkan keluarganya, anak-anaknya kalau berumbuh tanpa seorang ayah. Karena hal itu, orang-orang akan berpikir kalau dia adalah seorang yang lemah (mirror.co. uk 23/2/2020)
Berkat suara itu, Tyson Fury memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan memulai kehidupan baru. Dia pergi ke konselor untuk mengatasi depresi dan pergi ke Gym untuk mengembalikan keadaan fisiknya.
Sejak tahun 2017, Tyson Fury berusaha melepaskan gaya hidupnya yang salah itu hingga dia dinyatakan bebas dari penggunaan obat terlarang dan kembali dalam keadaan prima untuk bertarung di ring tinju.
Kemenangan Tyson Fury atas Wilder kemarin dinilai oleh banyak orang sebagai sebuah kebangkitan dari keterpurukan. Tyson Fury berhasil mengatasi persoalan gaya hidupnya.