Figur-figur yang diundang dalam sebuah pernikahan itu beraneka macam. Biasanya, mereka yang diundang mempunyai faktor relasi tertentu. Relasi itu bisa berupa faktor ikatan kekeluargaan, teman, pekerjaan dan latar belakang tertentu.
Tetapi tidak jarang terjadi, undangan juga diberikan kepada figur-figur tertentu. Salah satunya, figur pejabat politik dari instansi pemerintah negara seperti gubernur, bupati, anggota DPRD dan lain sebagainya.
Meski tidak terikat hubungan kekeluargaan dan latar belakang tertentu, mereka diundang. Mereka bahkan mendapat tempat khusus. Biasanya di depan. Ini bergantung dari desain tempat resepsi.
Umumnya, mereka diundang karena motif hormat kepada pemimpin setempat. Tanggapan mereka atas undangan juga sekiranya bentuk partisipasi mereka dalam kehidupan masyarakat. Dengan ini, walaupun mereka duduk sebagai pemimpin, mereka tidak jauh dari konteks hidup masyarakat.
Bahkan tidak sedikit kesempatan acara nikah (para) pejabat ini mendapat tempat untuk berbicara selama acara undangan itu.
Pertanyaan lebih jauh, apakah kehadiran seorang pejabat memberikan makna lebih pada sebuah undangan nikah? Apakah perlu mengundang seorang pejabat dalam sebuah acara nikah?
Di satu sisi, tidak sedikit orang melihat ini sebagai sebuah gengsi dan mencari nama. Semakin banyak pejabat yang datang, hal ini dinilai bisa menaikan popularitas dari pemilik acara nikah.
Semakin banyak pejabat yang diundang, semakin banyak orang bisa memuji resepsi tersebut. Walaupun pada kenyataannya, antara pengundang dan (para) pejabat yang diundang tidak mempunyai hubungan kekeluargaan atau ikatan latar belakang sedikit pun.
Kalau faktor gengsi, hemat saya, perayaan nikah kehilangan maknanya. Dalam arti, makna sebuah resepsi pernikahan adalah untuk menyatakan syukur dan bukannya untuk pamer dengan keberadaan undangan dari figur-figur tertentu.
Memang hal ini kembali bergantung kepada pihak yang mengundang. Pihak pengundang berhak mengundang siapa saja ke acara mereka.
Tetapi di balik itu, pihak pengundang juga mesti menyadari keberadaan pihak-pihak yang diundang secara umumnya. Biasanya yang diundang berasal dari latar belakang dan kepentingan yang berbeda. Karena ini, kita mesti mengantisipasi aneka pandangan yang terjadi pada sebuah perayaan nikah.
Tentunya akan muncul pelbagai macam pandangan tentang perayaan nikah itu sendiri. Mereka juga akan menilai pejabat siapa yang datang dan apa perannya. Bahkan kalau diberikan kesempatan untuk berbicara, pihak yang diundang pastinya akan menyimak dan bisa menjadikan bahan pembicaraannya sebagai referensi untuk menilai acara pernikahan secara umum.
Kalau pembicaraan sang pejabat itu berkaitan dengan perayan itu sendiri, pastinya banyak yang mengapresiasi hal  itu. Tetapi kalau pembicaraan itu keluar dari koridor acara, tidak banyak pihak yang diundang akan berkommentar sinis.
Saya pernah menghadiri sebuah acara pernikahan. Dalam salah satu kesempatan salah satu pejabat diminta untuk memberikan sambutan. Dalam pengantar sambutannya, pejabat itu berbicara tentang kesuksesannya meloloskan beberapa proyek yang terjadi di tempat itu.
Meski hal itu merupakan berita bagus tetapi berita itu disampaikan pada tempat dan waktu yang tidak tepat. Tempat dan waktu itu bukan promosi keberhasilan, tetapi perayaan dari orang yang baru saja meneikah. Jadinya, fokus acara bisa berubah. Selain itu, pasti ada saja orang yang tidak suka dengan apa yang terjadi itu.
Jadi, sekali lagi tidak salah mengundang pejabat atau orang penting siapa pun dalam sebuah acara pernikahan. Asalkan mereka tetap berjalan dalam koridor dari pesan yang termaktub dalam acara tersebut.
Tetapi kalau kehadiran mereka hanya memboncengi perayaan itu, bukan saja acara pernikahan yang tidak mendapat makna, tetapi yang diundang juga akan merasa kecewa dengan perayaan itu sendiri. Jadi, kalau mau mengundang pejabat atau meminta mereka untuk memberikan sambutan, kita mesti berpikir lebih jauh.
Jangan biarkan acara nikah menjadi panggung untuk mereka untuk berbicara tentang diri mereka sendiri. Jangan biarkan mereka menyelipikan diri mereka di balik acara yang sedang berlangsung.
Karenanya kalau mereka berbicara, mereka mesti berbicara tentang makna acara pernikahan itu sendiri. Â Hal itu tidak akan menjadi sebuah persoalan. Malah hal itu bisa menjadi tolok ukur untuk mengapresiasi si pembicara dan perayaan nikah itu sendiri. Â
Jadi kalau kita mengundang (para) pejabat dalam acara nikah, makna acara itu bergantung pada isi pesan yang disampaikan oleh pejabat itu kalau mereka diberi kesempatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H