Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masyarakat Kita yang Begitu Mudahnya Melabeli "Banci" pada Anak Lelaki

9 Januari 2020   20:38 Diperbarui: 10 Januari 2020   12:35 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Pixabay | Myriams Photo

Hemat saya, pandangan yang salah ini terlahir dari konsep yang salah tentang "banci." Konsep yang salah ini bisa terlahir karena kekurangan pengetahuan, faktor sosial dan budaya dan kesempitan pola pikir.

Untuk konteks masyarakat yang memegang budaya dan konteks sosial yang begitu kental dengan patriarkat, pastinya orang-orang yang dikategorikan sebagai banci sangat sulit diterima. Mereka bisa saja disingkirkan dari pergaulan dan konteks sosial.

Akibatnya, kaum banci yang masuk dalam golong LGBT juga merasa tidak bebas. Konotasi yang disematkan kepada kaum mereka pun menimbulkan gap. Mau tidak mau, mereka menyembunyikan diri. Mereka tidak bebas berekspresi.

Di beberapa negara, kaum LGBT yang berwujud salah satunya dengan keberadaan kaum banci merupakan hal yang lumrah dan diterima secara terbuka. Mereka mendapat pengakuan tidak saja dari pemerintah tetapi dari konteks sosial di mana mereka berada seperti di keluarga, di sekolah dan agama.

Salah satu negara yang mengakui keberadaan kelompok LGBT ini adalah Filipina. Keberadaan kaum LGBT, seperti kaum banci menjadi hal yang lumrah di tengah masyarakat Filipina. Mereka mendapat ruang dan waktu untuk mengekspresikan diri mereka di tengah masyarakat. Bahkan banyak dari antara mereka yang memberikan kontribusi baik itu level sosial, budaya maupun politik.

Kaum LGBT juga tidak hanya diakui di masyarakat, bahkan dalam konteks keluarga mereka diterima dan diakui sebagai bagian dari sebuah keluarga. Pengakuan di keluarga menjadi benih awal bagaimana mereka merasa mendapat tempat di tengah masyarakat.

Saat keluarga menutup dan memojokkan mereka, pada saat itu mereka akan merasa tersakiti dan merasa diri menjadi beban sosial. Tetapi saat keluarga mengakui dan menerima mereka apa adanya, saat itu pula mereka mendapat pondasi untuk berlangkah ke konteks sosial yang lebih luas. Hal ini pun menyebabkan relasi yang harmonis di tengah masyarakat.

Saya kira sudah saatnya kita mempunyai pengetahuan yang komprehensif tentang kaum LGBT, termasuk kaum banci. Saat kita mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kelompok ini, kita pun bisa terhindar dari pandangan, pola pikir dan tingkah yang keliru.

Sebaliknya, saat kita mempunyai pengetahun yang cukup, kita tidak segampangnya menghakimi kelompok ini, terutama saat ada persoalan yang terjadi dalam konteks sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun