Ada tiga kemungkinan dari hasil sebuah pertandingan sepak bola. Kalah, seri dan menang. Ketiga kemungkinan ini pun mempunyai konsekuensinya masing-masing. Kalah bisa dikritik habis-habisan. Kalau seri reaksinya mungkin berada pada level biasa-biasa saja. Menang dipuja-puji bahkan lupa untuk mengevaluasi permainan tim.
Timnas Indonesia mesti menerima kemungkinan pertama. Kalah. Indonesia harus mengakui ketangguhan Myanmar di kandang sendiri (1-3). Apakah kita pantas mengkritik dan mengecam mereka habis-habisan? Jangan dulu. Laga ini menarik untuk disimak. Salah satu faktornya adalah faktor pelatih, Luis Milla dan gebrakannya bagi Timnas.
Laga yang berlangsung di stadion Pakansari, Cibinong, Bogor ini menjadi ujian pertama dan berharga bagi Luis Milla dengan pasukannya. Meski hasil ujiannya tidak seturut dengan ekspetasi pecinta sepak bola tanah air, tetapi paling tidak pemain U-22 mempunyai pengalaman baru. Apalagi tim ini disiapkan untuk bermain di kompetesi-kompetesi besar masa depan.
Ini hanya merupakan laga perdana dari Luis Milla dan timnya. Tentunya, laga perdana tidak menjadi ukuran satu-satunya untuk menghakimi Timnas. Sebaliknya, laga perdana ini bisa membangunkan kita dari kesadaran kita sebagai pecinta sepak bola.
Pertama, pergantian pelatih tidak serta merta membangun Timnas menjadi tim yang hebat. Pastinya, pelatih juga mesti beradaptasi dengan kondisi dan karakter pemain. Luis Milla hanyalah salah satu contoh dari begitu banyak pelatih yang gagal di laga perdana. Toh, ada juga yang memetik rentetan kesuksesan meski di laga perdana mereka memetik kekalahan. Karenanya, kita perlu bersabar untuk melihat dan mengamati kiprah Luis Milla dalam menangani Timnas yang sudah bertahun-tahun puasa gelar. Karenanya, lebih baik timnas kalah pada pertandingan pertama, daripada tim ini gagal lagi merengkuh juara di level tinggi.
Kedua, kegagalan ibaratnya pelajaran. Ada apa dengan Timnas di bawah kendali Luis Milla semalam? Apa yang baru dan masih ada dari penampilan Timnas semalam? Bagi yang menyaksikan laga ini, pasti tahu dan kenal dengan gaya permainan timnas. Karenanya kita berharap bahwa Luis Milla dan stafnya belajar dari kegagalan ini. Â Sekarang tinggal, bagaimana timnas berbenah. Sebagai pecinta sepak bola kita berharap kalau evaluasi mendatangkan hasil. Kita butuh timnas bisa belajar dari kegagalan guna meraih prestasi.
Kekalahan semalam bisa menjadi langkah awal untuk belajar. Toh, kesuksesan bukanlah hasil dari kerja singkat. Di bawah kendali komando baru, Timnas butuh waktu untuk bisa menunjukkan tajinya di lapangan hijau. Luis Milla belajar tentang para pemain. Pun para pemain mesti menyesuaikan diri dengan taktik pelatih.
Hukumnya, menang saja tidak cukup. Butuh gelar. Kita sabar pada kegagalan laga pertama Timnas. Di pihak lain, Timnas juga harus sadar pada penantian fans sepak bola tanah air. Penantian itu mempunyai batas waktu tertentu. Lebih baik Timnas kita kalah sekarang daripada kita kalah terus-terus di babak final. Â Fans sepak bola butuh gelar.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H