Perekonomian negara dominan dipengaruhi oleh pendapatan dan pembiayaan yang dikelola oleh pemerintah selaku manajer suatu negara. Seperti layaknya sebuah rumah tangga, maka pemerintah harus mengelola semua pos pemasukan dan pengeluaran sedemikian rupa agar terjadi keseimbangan bahkan surplus. Pengelolaan kedua pos yang tidak tepat akan mengakibatkan pemasukan menjadi minus. Kondisi seperti ini biasanya memaksa sang manajer untuk mencari sumber pemasukan lain, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Alternatif pemasukan dalam negeri yang saat ini sangat gencar dilakukan adalah melalui pajak dalam negeri dan dalam kondisi tertentu lainnya dilakukan peminjaman dari luar negeri. Pajak sebagai salah satu pemasukan dalam negeri seringkali disalahartikan bahkan disalahgunakan. Penyalahgunaan biasanya dilakukan oleh pihak 'manajer' dan penyalahartian biasanya terjadi di kalangan masyarakat awam sebagai dampak penyalahgunaan pajak.
Pajak bukanlah sesuatu yang asing bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia tetapi masih menjadi hal yang menakutkan dikarenakan kurangnya pengetahuan terkait perpajakan. Bahkan bagi saya yang berlatarbelakang pendidikan formal ekonomi, pajak juga merupakan sesuatu yang meresahkan. Berawal pada masa studi dulu, mata kuliah perpajakan belum ada dalam kurikulum pendidikan yang saya tempuh, jadi meskipun lulusan sarjana ekonomi tetap saja tidak tahu apa pun tentang pajak. Hal ini mengakibatkan kerepotan tersendiri setelah bekerja karena setiap awal tahun akan membuat saya harus mencari tahu dari orang lain atau menggunakan mesin pencari bagaimana cara melakukan pelaporan pajak. Beberapa waktu yang lalu ketika pelaporan masih dilakukan secara manual, saya dikenakan denda seratus ribu rupiah karena lupa mengantarkan laporan SPT yang telah dibuat walaupun hanya lewat satu hari dari tenggat waktu pelaporan. Untungnya, keberadaan kemajuan teknologi terkini membuat pelaporan pajak semakin dimudahkan dengan memanfaatkan sarana yang serba online. Kemudahan ini sangat membantu kelancaran proses pelaporan sehingga terjadi peningkatan jumlah pelaporan pajak yang signifikan dari waktu ke waktu seperti dapat dibaca dari laman DJP bagaimana rasio kepatuhan pelaporan SPT pajak terus meningkat selama beberapa tahun terakhir (2018-2021).
Tulisan ini akan berusaha mengupas sedikit mengenai pajak dan bagaimana kontribusinya terhadap stabilitas ekonomi melalui kaca mata seorang yang awam tentang pajak. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983) yang dimaksud dengan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan kewajiban semua warga negara baik sebagai individu (disebut perseorangan) maupun kelompok yang terdiri dari sekumpulan orang atau modal (disebut badan). Lebih lanjut lagi, dalam UU ini juga dijelaskan bahwa semua bentuk badan dikenakan kewajiban yang sama, baik yang berorientasi profit maupun tidak. Selain itu, karena sifatnya memaksa berdasarkan UU, maka jelas bagi yang tidak menjalankannya akan mendapatkan hukuman, contohnya seperti denda keterlambatan yang pernah saya alami. Bila ditanya apa keuntungan yang diperoleh dengan menunaikan kewajiban ini, jawabannya sederhana sesuai dengan pengertian pajak di pasal 1 UU Nomor 28/2007 tadi yaitu memperoleh imbalan secara tidak langsung. Tanpa disadari, sebagai warga masyarakat, kita telah menikmati banyak layanan umum yang memanfaatkan uang pajak, seperti sekolah, fasilitas kesehatan, dan transportasi. Lalu pertanyaan berikutnya yang akan muncul adalah mengapa masih ada yang tidak mau melaksanakan kewajiban ini? Dan apa kontribusi pajak dalam menstabilkan ekonomi negara?
Sebagai seorang awam pajak yang pernah mengalami beberapa kebingungan terkait pajak, ada beberapa hal penting yang diperlukan agar kesadaran masyarakat akan pajak semakin meningkat. Pertama, literasi pajak. Literasi pajak di sini maksudnya adalah penyebarluasan pengetahuan dasar mengenai pajak, diantaranya adalah pengertian pajak, bagaimana cara perhitungan pajak, tata cara pelaporan pajak, dan manfaat nyata pajak. Literasi dasar pajak ini sangat penting, khususnya bagi perseorangan sehingga setiap tahun tidak menimbulkan 'kebingungan pajak'. Hal ini agak sedikit berbeda dengan badan, yang biasanya sudah menunjuk orang atau pihak yang paham pajak dalam menangani perpajakan usahanya. Kedua, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah selaku 'manajer' negara yang mengelola pajak.
Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Pajak, fungsi pajak secara umum ada empat yaitu: fungsi anggaran (budgetair), fungsi mengatur (regulerend), fungsi stabilitas, dan fungsi redistribusi pendapatan. Dari keempat fungsi ini, fungsi stabilitas merupakan fungsi yang dari sudut pandang kosa kata lebih familiar dibandingkan fungsi lain. Stabilitas berasal dari kata dasar stabil yang artinya (menurut KBBI) adalah mantap, kukuh, tidak goyah (tentang bangunan, pemerintah, dan sebagainya.). Stabil berbeda dengan stagnan. Stagnan diartikan sebagai dalam keadaan terhenti, artinya tidak ada perubahan sama sekali. Fungsi stabilitas ini dapat dianalogikan seperti alat stabilizer yang berfungsi untuk menjaga tegangan dan arus listrik agar tetap dalam kondisi stabil atau normal agar tidak merusak peralatan elektronik. Berdasarkan materi mata kuliah ekonomi makro, salah satu tujuan penerapan kebijakan ekonomi makro adalah membuat kondisi ekonomi yang stabil. Stabilitas ekonomi ini meliputi stabilitas harga barang, lapangan pekerjaan dan tingkat pendapatan. Sebagai contoh, fungsi stabilitas harga dilakukan guna mengendalikan inflasi. Inflasi sendiri menunjukkan kondisi dimana harga barang dan jasa naik secara terus-menerus dalam periode waktu tertentu sehingga mengakibatkan menurunnya kemampuan masyarakat untuk membeli. Untuk dapat menjalankan kebijakan terkait stabilitas, pemerintah harus memiliki dana dan dana ini diperoleh dari pajak. Setidaknya sedikit penjelasan ini dapat memberikan gambaran sederhana bagaimana pajak dapat mendukung stabilitas ekonomi negara.
Stabilitas ekonomi negara adalah salah satu fungsi pajak. Selain literasi, pengelolaan pajak yang baik merupakan kunci peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pajak. Kewajiban akan pajak ini tidak lagi menjadi suatu beban, dan akhirnya tanpa dipaksa atau diiming-imingi imbalan langsung, masyarakat dengan suka rela dan kesadaran tinggi akan menunaikannya. Semoga kesadaran pajak akan terus meningkat selayaknya menjalankan kewajiban agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H