Mohon tunggu...
Chudori Jambi Chudori Jambi
Chudori Jambi Chudori Jambi Mohon Tunggu... -

BIARKAN FAKTA BERTUTUR: Menulis apa adanya dan sebisanya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peppi Fiona dan Azas Praduga Tak Bersalah

24 April 2011   04:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:28 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terus terang, saya tidak kenal siapa Peppi Fiona, apalagi Peppi Fernando. Baru setelah media massa ramai-ramai memberitakan terbongkarnya otak pelaku serangkaian teror bom buku dan rencana peledakan bom di Serpong, Tanggerang, Banten, barulah nama keduanya saya ketahui. Ternyata Pepi Fernando (menurut berita di media) adalah salah satu otak pelakunya dan ahli perakit bahan peledak. Lantas siapakah Peppi Fiona? apakah dia juga ahli perakit bahan berbahaya yang telah menjadi "hantu maut" bagi bangsa ini? Ternyata Peppi Fiona hanyalah seorang sutradara dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kasus Peppi Fernando.

Celakanya, saya sudah termasuk orang yang terlanjur mengutuk Peppi Fiona, mungkin juga jutaan rakyat Indonesia lainnya karena yang pertama kali diberitakan media sebagai tersangka otak pelaku kejahatan bom buku tersebut adalah Peppi Fiona. Walau kemudian media meralatnya bahwa sesungguhnya yang mereka maksud adalah Peppi Fernando, tetap saja Peppi Fiona sudah dirugikan. Tetap saja berjuta-juta manusia sudah berdosa, termasuk saya yang ikut-ikutan menyumpahserapahinya.

Sebenarnya kejadian yang menimpa Peppi Fiona bukanlah yang pertama kali. Sudah tak terhitung berapa manusia yang sudah dirugikan oleh akibat salah pemberitaan media massa. Terlebih di era kini di mana media digital eletronik semakin gencar untuk saling cepat dan saling mendahului. Akibatnya itu tadi, sering salah nama, salah data dan salah alamat. Dan akibatnya lagi, berjuta-juta manusia yang mengikuti pemberitaan keliru tersebut ikut tersesat dan menjadi korban pers sesat dan brutal!

Dalam tulisan ini, saya tidak membahas detail persoalan kode etik jurnalistik, etika dalam pemberitaan, hukum komunikasi dan pers, dan rambu-rambu lainya yang harus dipahami dan dipatuhi oleh insan pers. Yang saya tahu, pers kita saat ini semakin parah oleh penyakit "kebablasannya". Azas praduga tak bersalah dan verifikasi terhadap suatu kasus atau permasalahan kian tidak diperdulikan. Dengan berlindung pada kata "diduga, disinyalir" dan sebagainya, seorang wartawan sudah merasa cukup aman untuk menulis apapun tentang kejahatan orang lain, walau sama sekali belum tentu kebenarnya.

Memang, wartawan diberi kesempatan untuk meralat tulisannya yang salah. Tetapi pada saat yang sama orang yang telah dirugikan seperti Peppi Fiona tidak lagi berdaya dan sudah terlanjur difitnah, dan belum tentu orang-orang yang sudah terlanjur menghujatnya berkesempatan atau mengetahui tentang adanya berita yang telah diralat tersebut. Disinilah letak pentingnya pemahaman "azas praduga tak bersalah". Jangan hanya mengutamakan deadline, lalu sang wartawan dan medianya "menghalalkan" segala cara untuk meraih rating tercepat dalam menyajikan informasi penting seperti kasus bom dan teroris.

Sebagai orang yang pernah menjadi wartawan (kini lebih senang menjadi citizen reporter), saya tidak ingin pada akhirnya pers kita lebih jahat atau sama jahatnya dengan teroris. Biarlah teroris yang menjadi musuh kita bersama, asal jangan pers. Bagaimanapun, pers adalah pelita bagi bangsa ini untuk senantiasa bisa memberikan pencerahan yang baik, santun dan beretika. Pers lahir dari rakyat dan berjuang untuk membela rakyat dari kezholiman siapapun. Untuk itu, pers janganlah menjadi makhluk yang ditakuti rakyat dan menjadi zholim kepada rakyat. Maafkan saya Peppi Fiona...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun