Mohon tunggu...
Dora Sembada
Dora Sembada Mohon Tunggu... -

sembada lan ora dora

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Partai Golkar Cenderung Mendekat pada Penguasa?

27 Maret 2015   15:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:55 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini kita sedang disuguhi pentas politik yang mempertontonkan perilaku sebuah partai, yang sejak lama dikenal sebagai partai pemerintah. Partai ini seolah tidak pernah nyaman untuk menjadi partai yang tidak memegang kekuasaan, sehingga cenderung melakukan apapun untuk mampu masuk ke pemerintahan. Siapapun yang mengikuti perkembangan politik belakangan tentu tahu partai apa yang dimaksud. Ya, dialah Partai Golkar, yang saat ini sedang berproses untuk beralih pengemudi dari Aburizal Bakrie ke Agung Laksono. Perubahan itu menimbulkan konsekuensi perubahan afiliasi politik dari KMP ke KIH. Karena itu, Menkumham yang notabene orang PDIP dicurigai turut bermain dalam mengacak-acak partai-partai yang berafiliasi dengan KMP. Kita tunggu ke depan, bagaimana nasib gugatan Golkar ARB yang dilakukan oleh Yusril Ihza Mahendra, dan rencana hak angket yang dilakukan oleh anggota-anggota DPR kubu KMP.

Menarik untuk mengamati perilaku politik Partai Golkar yang seolah selalu memburu kekuasaan dan tidak siap kalah. Dahulupun ketika proses Pileg dan Pilpres masih berlangsung, ada satu petinggi partai yang saya lupa namanya menyatakan, bahwa Partai Golkar siap beralih koalisi apabila kalah dalam Pilpres. Ucapan itu mengindikasikan bahwa kekuasaan adalah satu-satunya tujuan partai ini untuk berpolitik. Mungkin memang tidak aneh, karena ini sesuai dengan adagium yang banyak beredar, bahwa partai politik harus mengejar kekuasaan, kalau tidak jadi yayasan saja. Memang benar ada ungkapan tersebut, tetapi tentunya mengejar kekuasaan saja tidak cukup, diperlukan etika dan norma yang harus diperhatikan.

Dalam proses Pilpres 2009 misalnya, Partai Golkar mengusung calon tersendiri yaitu JK - Wiranto, yang akhirnya kalah dengan prosentase pemilih cukup telak, yaitu di bawah 15%. Sebagai partai yang seolah tidak pernah berkeringat dari awal, tiba-tiba partai ini menjadi bagian dari pemerintahan SBY, dengan masuknya beberapa nama politisi partai Golkar, bahkan hingga ketua umumnya, Aburizal Bakrie menduduki jabatan Menteri Koordinator. Proses masuknya partai ini ke Pemerintahan SBY jilid 2 yang lalu tidak terlepas dari deal-deal politik yang tentunya diperhitungkan dengan cermat oleh SBY yang dikenal sangat teliti dalam bernegosiasi. Kita tidak tahu, apakah kepentingan rakyat menjadi salah satu pertimbangan dalam pemilihan mitra untuk mengisi jabatan pemerintahan.

Apabila mencermati proses terbentuknya partai ini, memang tidak mengherankan mengapa partai ini seolah selalu haus akan kekuasaan. partai Golkar merupakan partai pemerintah atau the ruling party, bukan partai yang terpilih untuk memerintah berdasarkan hasil pemilu. Jadi partai ini sebenarnya dibentuk oleh pemerintah untuk menopang kekuasaan. Dengan demikian, partai ini tidak pernah terbiasa untuk menjadi partai di luar pemerintah. Hal ini karena satu-satunya ideologi yang dikenalaya adalah ideologi pembangunan yang merupakan ideologi partai pemerintah. Kita tidak akan menemukan ideologi yang menjadi ruh partai ini secara nyata. Makanya, partai ini juga rawan untuk pecah, karena yang mempersatukannya adalah semata kepentingan untuk berkuasa. Apa yang terjadi saat ini, mungkin merupakan salah satu bukti bagaimana partai ini menjadi partai yang begitu oportunis dan mengejar kekuasaan belaka. Tidak ada anggota yang secara nyata membela partainya yang sedang diacak-acak dari luar, bahkan sepertinya mereka sedang menunggu episode dimana salah satu akan tersingkir dan mereka akan ikut berkuasa bersama majikan yang baru. Begitulah taraf berpolitik mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun