Seorang ibu muda membawa bayinya yang baru berusia satu bulan ke Puskesmas di daerah Pasar Minggu untuk diimunisasi. Ibu berusia 19 tahun itu dengan sigap membuka kain bedong anak pertamanya tersebut agar petugas kesehatan tidak kesulitan menyuntikkan obat ke paha sang bayi. Namun, air muka sang ibu tampak terkejut karena ditegur keras oleh petugas kesehatan yang melayani mereka.
“Ibu, sebelumnya ‘kan saya sudah bilang, bayi gak perlu dibedong ketat seperti ini. Gimana sih!?”
“Iya, Bu, maaf, nanti gak dibedong lagi”
“Nah, ini kenapa masih pakai gurita kenceng-kenceng begini? Nanti sesak napas bayinya, gimana sih!? Sudah dikasih penyuluhan habis lahiran ‘kan?
“Iya, Bu, sudah”
“Trus, kenapa masih dipakai?”
“Dimarahi sama mertua, Bu. Katanya harus tetap dipakai. Saya gak berani melawan, Bu”
Bagaimana pendapat Anda terhadap kasus unik ini? Apa yang akan Anda lakukan jika menjadi ibu si bayi atau petugas kesehatan? Sebelum menjawab itu, mari kita diskusikan dahulu mengenai metode perawatan bayi yang menjadi sumber konflik pada kasus tersebut.
Dewasa ini, sudah jarang ditemui bayi yang masih memakai kain bedong ketat atau gurita khususnya di daerah perkotaan. Namun, masih ada segelintir kasus unik terjadi seperti cerita di atas.
Penulis melakukan survei sederhana kepada 324 responden yang berasal dari lima pulau besar di Indonesia. Hasilnya cukup mencengangkan! Lebih dari 50% responden mengatakan bahwa gurita dan kain bedong masih banyak digunakan di daerah asal mereka dengan alasan cukup penting bagi kesehatan bayi.
Rata-rata mereka mengatakan bahwa gurita bermanfaat untuk menghangatkan dan mengurangi kembung pada perut bayi, sedangkan kain bedong berfungsi untuk mencegah kaki bayi menjadi bengkok atau sebagai terapi untuk kaki X atau kaki O pada bayi. Apakah Anda setuju?
Banyak mitos tentang kehamilan, persalinan, dan metode perawatan bayi yang beredar di masyarakat. Penggunaan gurita dan kain bedong ketat termasuk salah satu di antaranya. Mengapa hal ini dikatakan sebagai mitos?
Pada dasarnya, bayi baru lahir memang memiliki anatomi tubuh yang unik, di mana ukuran perut lebih besar daripada dada. Jika bayi dibaringkan, dada terlihat lebih pendek dan perut tampak lebih tinggi dan buncit. Alasan estetika ini yang pada zaman dahulu menjadi dasar dikenakannya gurita pada perut bayi, khususnya bayi perempuan, agar perut bayi menjadi datar.
Ada juga yang menambahkan bahwa gurita dapat membuat bayi lebih hangat. Namun, penggunaan gurita justru dapat membuat bayi merasa sesak dan tidak nyaman. Selain itu, bayi juga lebih banyak menggunakan pernapasan perut daripada pernapasan dada seperti pada orang dewasa.
Oleh karena itu, sebaiknya hindari penggunaan gurita yang ketat pada perut bayi agar bayi tidak kekurangan oksigen. Kalaupun ingin tetap menggunakan gurita dengan alasan menghangatkan tubuh, kenakan gurita secara longgar khususnya setelah mandi supaya bayi cepat merasa hangat.
Namun perlu diingat, seiring dengan tumbuh kembangnya, perut bayi akan mengecil dengan sendirinya. Oleh karena itu, pada dasarnya tidak diperlukan intervensi apapun untuk mempercepat proses tersebut.
Kain bedong merupakan salah satu perlengkapan bayi yang paling banyak dipersiapkan untuk bayi baru lahir. Tujuan pemakaian kain bedong bukan untuk mencegah kaki bengkok atau terapi meluruskan kaki X atau kaki O. Salah satu fungsi kain bedong adalah memang untuk menghangatkan bayi.
Tetapi, tidak perlu dikenakan secara ketat sampai kaki bayi terbujur lurus dan kaku. Bayi baru lahir yang normal memang aktif bergerak dan biasa menekuk kaki serta tangannya seperti katak. Hal itu menunjukkan kekuatan otot si bayi cukup baik. Justru kalau bayi tidak mampu menekukkan kaki dan tangannya serta kurang aktif bergerak, menandakan ada masalah pada bayi.
Bayi yang lahir prematur atau dengan kelainan genetik tidak memiliki kemampuan penuh untuk aktif bergerak dan membentuk postur tubuh yang menekuk seperti katak. Maka dari itu, penggunaan kain bedong bayi sebaiknya tidak terlalu ketat hingga membatasi pergerakan bayi.
Saat ini, sudah banyak dijual kain bedong yang dimodifikasi menggunakan resleting. Bentuknya mirip seperti kantung tidur. Meski ukurannya cukup besar sehingga bayi leluasa bergerak, namun tidak mengurangi fungsinya untuk menghangatkan bayi.
Jika kondisi ruangan yang cukup hangat, bayi tidak perlu dipakaikan kain bedong agar bayi dapat aktif bergerak. Gunakan kain bedong saat setelah mandi, atau berpergian ke luar rumah yang memungkinkan bayi terpapar udara dingin.
Bayi memang sering kaget apabila pintu tiba-tiba dibuka atau ada benda tergeletak keras di dekatnya secara tiba-tiba. Jika bayi kaget, kedua tangan bayi biasanya membentuk huruf C dan kaki-kakinya mengangkat. Ini disebut refleks Moro (refleks kaget). Kemampuan refleks ini menjadi salah satu penilaian untuk bayi baru lahir apakah bayi tersebut sehat atau tidak. Jika bayi dibedong terlalu ketat dapat mengurangi kemampuan bayi dalam merespon stimulus.
Petugas kesehatan perlu mendampingi ibu untuk mengatasi hambatannya dengan rasa empati bukan dengan amarah agar ibu berani terbuka menyatakan kesulitannya. Pada kasus ini, edukasi terhadap ibu si bayi tidak cukup efektif untuk melakukan perawatan sebagaimana mestinya.
Itu artinya, edukasi yang diberikan tidak cukup hanya pada ibu saja, tetapi perlu juga melibatkan keluarga, baik suami, maupun mertua, baik di rumah mereka atau di fasilitas kesehatan saat kontrol kesehatan ibu dan bayi. Perlu dipertimbangkan agar penyuluhan kesehatan tidak hanya diberikan kepada ibu-ibu baru melahirkan secara beramai-ramai di fasilitas kesehatan, tetapi juga memberikan layanan yang berfokus pada keluarga.
Dengan begitu, pelayanan kesehatan yang diberikan menjadi komprehensif dan menghasilkan pemahaman serta persepsi yang sama di antara ibu dan support system ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H