Lihat si Gale-Gale, Langsung Ingat Samosir
(Sebuah Catatan Perjalanan)
„Lihat Si Gale-Gale, langsung ingat Samosir“. Begitulah pernyataan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir, Theodora Sihotang, ketika kami, Tim Journalis RRI World Service- Voice of Indonesia (Ike Siregar, Belina Hutasoit, dan Dora Pardede –Red) mewawancarai beliau di kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir. Memang sebenarnya pada awal bulan Desember 2011 yang lalu, kami berkesempatan mengunjungi pulau Samosir untuk mendokumentasikan keindahan alam pulau Samosir dan kekhasan seni serta budaya Batak Toba. Salah satu yang menarik hati kami disana adalah Si Gale-Gale.
Dimanakah Pulau Samosir?
Mungkin banyak orang yang tak asing mendengar kata „Pulau Samosir“, namun belum tahu secara percis dimana letak pulau ini. Pulau Samosir terletak di Kabupaten Samosir, provinsi Sumatera Utara. Pulau ini merupakan sebuah pulau vulkanik di tengah Danau Toba, Danau vulkanik terbesar di Asia Tenggara. Karena terletak di tengah Danau seluas lebih kurang 100 km x 30 km, siapapun yang ingin datang kesana, dapat menggunakan kapal penumpang atau kapal motor dari Parapat. Kota Parapat bisa diakses melalui jalur darat dari kota Medan, ibukota provinsi Sumatera Utara. Sebenarnya meski terletak di tengah Danau Toba, pulau Samosir juga bisa diakses melalui rute lainnya, yakni melalui terusan Tanah Ponggol yang menghubungkan pulau Samosir dengan daratan Sumatera Utara. Jika melalui terusan ini, dari kota Medan, kita harus melewati kota Brastagi, kemudian terusan Tanah Ponggol, baru sampai di pulau Samosir. Tahun lalu, ketika kami berkunjung kesana, kami menggunakan kedua rute tersebut. Ketika berangkat menuju Samosir, kami menggunakan rute Medan-Parapat-Samosir, baru ketika pulang kami menggunakan rute Medan-Brastagi-Samosir. Perjalanan melalui kedua rute tersebut dari segi waktu tak jauh berbeda, hanya sekitar 7 hingga 8 jam. Namun dua rute perjalanan tersebut menyuguhkan sensasi perjalanan wisata yang berbeda. Dalam rute perjalanan Medan-Brastagi-Samosir, kami disuguhkan dengan pemandangan lebatnya hutan Sumatera. Sementara ketika melalui rute Medan-Parapat-Samosir, ada pengalaman berbeda yang kami rasakan. Melalui rute tersebut, jantung kami berdegup kencang, karena harus melalui jalan berkelok-kelok dengan pinggiran jurang curam. Sensasi perjalanan ini bertambah nikmat, ketika kami harus mengarungi luasnya Danau Toba. Rasa takjub akan kebesaran Tuhan tiba-tiba mumuncah di dalam dada kami. Luar Biasaaaa!!!
Si Gale-Gale
Kekhasan pulau Samosir tidak hanya terletak pada lokasinya yang berada di tengah Danau Toba, namun juga hadir pada kekayaan seni dan budaya masyarakat Somosir yang mayoritas berasal dari suku Batak Toba. Pulau Samosir memang diyakini sebagai daerah asal suku Batak Toba. Sebagai daerah asal suku batak tentu pulau ini menjadi saksi bisu tumbuh dan kembangnya seni dan budaya Batak Toba. Disinilah pula hadir salah satu kesenian yang dibanggakan oleh masyarakat setempat. Kesenian tersebut bernama Sigale-gale, boneka kayu yang dapat menari. Di Pulau Samosir, kami pun berkesempatan menyaksikan kekhasan seni Batak Toba tersebut. Disana ada dua tempat yang kami kunjungi untuk menyaksikan pementasan Si Gale-Gale. Pertama, di Huta Bolon, kemudian yang kedua, di Huta Simanindo
Sejarah Si Gale-Gale
Di Huta Bolon, kami menyaksikan pementasan Si Gale-Gale untuk pertama kalinya. Selain menyaksikan Si Gale-Gale, disana kami bertemu dengan salah satu seniman Si Gale-Gale bernama Parningotan Sidabutar. Melalui penuturan beliaulah, sejarah mengenai Si Gale-Gale, kami peroleh. Ternyata pada zaman dahulu di wilayah Samosir pernah hidup seorang raja bernama Raja Harahap. Ia memiliki anak tunggal bernama Si Manggale. Ketika berperang untuk memperluas kerajaannya, anaknya Si Manggale meninggal. Karena itu, sang raja merasa sedih dan putus asa atas kehilangan anak kesayangannya. Untuk menghibur Raja Harahap, dibuatlah sebuah boneka kayu yang mirip dengan anaknya. Begitu raja melihat patung itu, Raja benar-benar gembira dan menganggap bahwa anaknya sudah hidup kembali. Kemudian boneka kayu ini diberi nama Si Gale-Gale. Suatu saat sang raja ingin melihat anaknya menari, maka dimintalah kepada seorang dukun agar roh anaknya di pindahkan ke boneka kayu tersebut. Sang dukun pun bersedia namun ia hanya bisa mewujudkannya selama 7 hari 7 malam. Maka selama 7 hari 7 malam, boneka kayu ini bisa menari sendiri, tanpa bantuan manusia. Setelah 7 hari, boneka kayu tersebut tidak bisa menari lagi. Kini, untuk membuatnya menari, Si Gale-Gale harus ditarik dengan tali dari belakang. Sebelum menjadi sebuah hiburan pariwisata seperti saat ini, Si Gale-Gale dahulu juga pernah dimainkan untuk menghibur orang yang tidak punya anak atau ritual marpupur sapata. Ritual ini diselenggarakan bagi setiap orang yang meninggal tanpa memiliki anak. Seiring berjalannya waktu dan daya pikatnya yang begitu besar, kini Si Gale-Gale dipentaskan untuk hiburan pariwisata, khususnya di Kabupaten Samosir.
Eksotisme Si Gale-Gale
“Bagi saya pertunjukan tuh menghiburkanlah. So lain daripada lain. So Malaysia tidak ada yang punya lah”. Ungkapan inilah yang diutarakan seorang wisatawan Malaysia, setelah ia menyaksikan pementasan Si Gale-Gale. Bahkan ada wisatawan asing lainnya yang terpukau menyaksikan pementasan Si Gale-Gale, termasuk kami.Kami dan wisatawan lainnya terheran-heran bagaimana sebuah boneka kayu dapat menari dengan indahnya sesuai dengan iringan musik gondang. Selama pementasan tak jarangada juga wisatawan yang menari mengikuti gerakan tarian Si Gale-Gale. Para wisatawan ini seakan-akan terhipnotis dengan kemampuan Si Gale-Gale yang dapat menari mengikuti irama musik Batak. Kemampuan inilah yang menurut seniman dan budayawan Batak, Thomson Hutasoit sangat eksotis. Menurutnya,keeksotisan si Gale-Gale tersebut bergantung pada kemahiran dalangnya. Sang Dalang yang berada dibalik boneka kayu inilah yang menggerakan Si Gale-Gale, sehingga bisa menari, bisa menghormat, bahkan bisa mengeluarkan air mata. Hanya Dalang yang handal lah yang dapat menciptakan kontak permainan dengan penonton, sehingga penonton tidak hanya terhibur, namun juga terdorong untuk secara aktif berperan serta dalam pementasan Si Gale-Gale.
Pendapat yang tak jauh berbeda juga diutarakan oleh Kepala Dinas Pariwisata Samosir, Theodora Sihotang. Dalam wawancara kami dengan beliau. Ia menyatakan kekagumannya terhadap Si Gale-Gale. Ternyata daya tarik Si Gale-Gale dapat menjadi pemikat pariwisata di Samosir. Menurutnya, kebanyakan wisatawan sangat antusias menyaksikan pementasan Si Gale-Gale, karena jika di Jawa ada wayang, ternyata di Sumatera juga ada Si Gale-Gale.
Si Gale-Gale Maskot Kabupaten Samosir
Daya Tarik wisata yang dimiliki Si Gale-Gale tentu tak luput dari perhatian Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir. Telah beragam upaya dilakukan Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir untuk mendorong masyarakat secara aktif dapat melestarikan Si Gale-Gale, sehingga Si Gale-Gale dapat dikenal luas ke mancanegara. Bahkan untuk terus mengembangkan dan memperkenalkan kesenian ini, Theodora Sihotang menyatakan kedepannya, Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir akan menjadikan Si Gale-Gale menjadi maskot Kabupaten Samosir, sehingga kalau orang lihat si Gale-Gale langsung ingat Samosir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H