Bagi masyarakat Tionghoa, yang beragama Buddha, Tao, Kristen, Khatolik dan Islam, tahun baru Imlek dirayakan secara budaya, namun bagi masyarakat Tionghoa yang beragama Kong hu cu, Imlek dirayakan secara agama. Bagi mereka bersembahyang ke Kelenteng, pada saat perayaan Imlek merupakan suatu keharusan, maka tak heran jika di hari raya Imlek, kelenteng dipadati oleh ribuan umat yang ingin bersembahyang. Salah satu klenteng di provinsi Banten yang tiap tahun selalu dipadati oleh ribuan masyarakat yang ingin bersembahyang di hari raya Imlek adalah Kelenteng Boen Tek Bio.
Salah satu kelenteng tertua di kota Tanggerang ini berada di kawasan Pasar Lama, Tanggerang. Karena berada di lingkungan pasar tradisional, berkunjung ke Kelenteng ini, haruslah melewati jejeran kios pedagang tradisional. Sekitar 100 meter dari gang pasar, barulah terlihat sebuah bangunan megah yang didominasi dengan warna merah. Memasuki kelenteng, dua buah patung singa akan langsung menyapa kita di halaman depan. Masuk lebih dalam lagi ke Kelenteng, kita langsung berhadapan dengan Altar Utama. Di dalam altar utama, terdapat beberapa altar dewa, seperti altar penguasa langit, bumi dan air, altar Sang Buddha, altar Tuhan dan terutama altar dewi Kwan In, yang menjadi tuan rumah di kelenteng ini. Selain di altar utama, juga terdapat patung dewa-dewi lainnya yang disembah oleh umat Buddha, Kong Hu Cu dan Tao, seperti dewa pelindung Kelenteng, raja neraka, dewa imigran, dewa peperangan,dan dewa-dewi lainnya. Semua patung dewa ini tidak terletak di altar utama, melainkan di altar terpisah yang letaknya berjejer disisi altar utama.
Selain terdapat patung para dewa-dewi, menurut Oey Tjin Eng, kelenteng Boen Tek Bio juga memiliki beragam barang antik, seperti Lonceng, altar Tuhan, Singa Batu dan tambur batu. semua barang-brang antik ini diperoleh dari sumbangan para umat.
“Dan disini juga Ada barang-barang antik loh, seperti lonceng barang antik itu 1835. Kemudian yang altar Tuhan disebutnya Tien si Lo itu 1839, kemudian juga Ciok Sai Singa Batu itu adalah tahun 1827. Nah yang didalam altar itu 1821, Hio Low, tempat tancepin Hio, dupa. Nah satu lagi ada tambur batu di depan, Hio Kong 1889 dan kalau kamu liat tempat pembakaran kertas, itu 1910. Jadi banyak barang antik. Dari sumbangan orang”, ujar Oey Tjin Eng.
Kelenteng Boen Tek Bio atau kelenteng Kebajikan Benteng atau Wihara Padumattara ini dulunya hanya berupa bangunan sederhana yang terbuat dari tiang bambu dan atap rumbia. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya umat Boen Tek Bio, kelenteng ini kemudian diperbaiki dan direnovasi sebanyak dua kali hingga tercipta bangunan yang ada seperti sekarang ini. Menurut Oey Tjin Eng, pengurus kelenteng Boen Tek Bio, dahulu kelenteng ini dibangun sekitar tahun 1684.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H